DEMOKRASI.CO.ID - Staf Khusus Presiden, Andi Taufan Garuda Putra telah menyampaikan permohonan maaf atas kekeliruannya mengirimkan surat kepada camat dalam rangka kerjasama relawan desa lawan Covid-19.
Dalam surat klarifikasi itu, Andi menyampaikan permohonan maaf dan menarik kembali surat tersebut.
Namun demikian, banyak yang berpendapat permintaan maaf saja tidak cukup dilakukan oleh seorang sang stafsus milenial.
Seperti yang disampaikan praktisi multimedia dan telematika, Roy Suryo yang menganggap permintaan maaf dari Andi Taufan tidak cukup.
"Sudah? Begitu saja, 'minta maaf' cukup?" kata mantan Menpora era Presiden SBY ini melalui akun Twitter miliknya @KRMTRoySuryo2, Selasa (14/4).
Seharusnya, lanjut Roy Suryo, klarifikasi juga disampaikan Andi Taufan kepada camat di seluruh Indonesia yang telah menerima surat tersebut.
"Klarifikasi juga tidak seharusnya ditujukan hanya kepada media, namun ke keseluruhan camat di seluruh wilayah Indonesia sesuai dengan alamat dalam surat bernomor dan berkop Sekretariat Kabinet yang sudah beredar selama dua minggu tersebut," tutupnya.
Twit Roy Suryo sebelumnya: "Ini jelas-jelas 'conflict of interest' yang tidak bisa dibiarkan, baru level stafsus begini sudah abuse of power. Sebenarnya solusinya sangat mudah, Presiden @jokowi tinggal panggil saja yang bersangkutan kemudian pecat, karena sudah memalukan institusinya, selesai.
Kecuali ada "hal-hal lain".
Staf Khusus Presiden, Andi Taufan Garuda Putra dianggap menyalahi kewenangan lantaran mengeluarkan surat yang ditujukan langsung kepada camat. Surat itu berisi titipan ke camat agar perusahaan sang stafsus milenial, Amartha diikutkan dalam Relawan Lawan Covid-19 yang dijalankan Kemendes PDTT.
Selain bypass dari Istana ke camat, surat yang dikeluarkan itu memiliki tata letak pembuatan surat sangat berantakan, tidak sesuai dengan surat yang resmi dari Sekretariat Kabinet.
Belakangan, Andi Taufan memberikan klarifikasi dan permintaan maaf atas suratnya itu. Dan dia menarik kembali surat tersebut. [rm]