DEMOKRASI.CO.ID - Pandemi Covid-19 tidak hanya mengancam masyarakat umum. Namun, juga para tenaga medis. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Timur mencatat hingga Jumat (24/4) ada 26 dokter yang positif korona. IDI berharap para pasien bisa lebih jujur soal riwayat perjalanan mereka.
Dokter menjadi tenaga medis yang berada di garis depan untuk melakukan pemeriksaan kepada masyarakat. Di tengah pandemi seperti ini, mereka pulalah yang pertama bertatap muka dengan para pasien itu.
Baik yang sudah terindikasi maupun belum.
Hal itu membuat para dokter menjadi salah satu pihak yang paling rentan untuk tertular. Apalagi saat para pasien yang terindikasi positif tidak jujur soal kondisi mereka. Termasuk memberikan informasi ke mana saja mereka melakukan perjalanan dan dengan siapa saja menjalin kontak.
IDI Jatim menyebutkan, hingga kemarin tercatat ada 26 dokter yang terjangkit korona. Jumlah itu tersebar di berbagai daerah di Provinsi Jawa Timur. ”Mereka menjadi pasien dengan status orang tanpa gejala (OTG),” ujar Ketua IDI Jatim Dr dr Sutrisno SpOG(K).
Dia menjelaskan, saat ini para tenaga kesehatan (nakes) tersebut sedang dalam masa perawatan. Mereka menjalani karantina selama dua minggu. Praktis, mereka tidak bisa menjalankan tugas untuk sementara waktu.
Soal dari mana mereka tertular, Sutrisno menyebut hal itu berasal dari interaksi mereka dengan pasien. Terutama orang-orang yang tidak jujur dengan riwayat mereka. ”Ketidakterbukaan itu menjadi masalah baru. Kami lacak pasien mana positif dan dengan siapa saja mereka berinteraksi,” ujarnya.
Dia berharap nakes yang bertugas mematuhi standard operating procedure (SOP). Lalu, jam kerja para nakes juga harus diperhatikan. Untuk sementara waktu, praktik di luar harus dikurangi. ”Fokus pada kebutuhan emergency di tempat kerja masing-masing,” katanya. Saat ini jam kerja nakes yang menangani Covid-19 dibatasi hanya empat jam.
Meski banyak dokter yang sudah terjangkit, pelayanan kepada masyrakat masih dirasa aman. Jumlah dokter masih cukup. Namun dengan catatan, pasien positif korona tidak terus-terusan bertambah.
Jika pasien yang terkonfirmasi positif terus bertambah, Sutrisno mengatakan bahwa kekurangan nakes bisa saja terjadi. Karena itu, sejumlah langkah disiapkan untuk menanggulangi hal tersebut. Yakni, perekrutan tenaga baru dan regenerasi nakes.
”Kasus ini malah makin banyak. Dokter-dokter yang bekerja full merawat pasien akan diberdayakan untuk bisa menangani pasien korona. Tenaga baru mulai dari sukarelawan akan dilatih untuk mumpuni melakukan penanganan,” jelasnya.
Beberapa nakes yang saat ini kebutuhannya banyak adalah bidang spesialis. Di antaranya, spesialis paru, spesialis dalam khusus infeksi, spesialis anak khusus infeksi, dan anestesi. Mereka inilah yang bekerja di ruang perawatan intensif.
Namun, dia memastikan jumlah nakes di Jatim saat ini masih mencukupi. Karena itu, Jatim tidak sampai bergantung pada daerah lain. ”Berdasarkan data, jumlah dokter umum dan spesialis mencapai 25.000 orang,” ujarnya.
Sementara itu, soal kebutuhan alat pelindung diri (APD), dia mengatakan memang sangat besar. Apalagi perangkat tersebut hanya mampu digunakan selama empat jam. Lebih dari itu, nakes dinilai sudah tidak bisa bertahan.
”Jadi, tinggal menghitung saja dalam sehari ada enam sif. Lalu, berapa jumlah nakes yang membutuhkan pakaian khusus itu di setiap rumah sakit,” katanya.
Dalam penanganan pandemi ini, IDI berupaya agar APD yang dibutuhkan terus tersedia. Koordinasi dengan pemerintah dilakukan agar pelayanan kepada pasien juga bisa maksimal. Selain itu, cadangan APD yang tersedia harus cukup setidaknya hingga Juli mendatang.[jpc]