DEMOKRASI.CO.ID - Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR) Selasa hari ini (14/4) pukul 14.00 WIB mengagendakan rapat kerja (Raker) bersama dengan beberapa menteri Kabinet Indonesia Maju.
Jadwal Raker bersama sejumlah kementerian itu rencananya akan digelar secara virtual melalui telekonferensi dengan agenda mendengarkan penjelasan pemerintah atas RUU tentang Cipta Kerja.
Pengamat Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Muhtar Said meminta DPR dan pemerintah tidak aji mumpung memanfaatkan situasi pandemik Coronavirus Disease (Covid-19).
Said meminta seluruh pembantu Jokowi tidak menghadiri rapat kerja tersebut. Apalagi, Presiden Jokowi pada Senin (13/4) kemarin sudah menetapkan Covid-19 sebagai bencana nasional.
"Ini jelas aji mumpung secara politik ya, dimana masyarakat lagi fokus menangani Corona, nantilah 3 bulan kedepan sampai keputusan darurat dicabut, menteri fokus ngurusi umat menghadapi Covid-19," demikian kata Muhtar Said kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (14/4).
Di tengah pandemik Covid-19 ini, pemerintah dan DPR harus fokus menanggulangi wabah yang telah menelan korban jiwa hampir 400 orang itu.
Magister Hukum Universitas Diponegoro ini, menyebutkan ada masalah besar yang jelas harus segera diselesaikan, seperti pemutusan hubungan kerja (PHK) efek dari Covid-19.
"Mending DPR panggil Menaker dan pihak terkait membahas dampak ekonomi akibat Corona, ada puluhan ribu pekerja yang sudah di PHK. Ini yang lebih baik dibahas ketimbang Omnibus Law, mencari jalan keluar masalah ini," tandas Said.
Selain itu, Said juga menyoroti rencana Raker Baleg dan pemerintah membahas RUU Ciptaker dilakukan secara virtual.
Menurutnya, dalam perumusan peraturan perundan-undangan perlu ada publikasi dan pelibatan elemen masyarakat.
Sampai saat ini, pemerintah dan DPR belum nampak melibatkan berbagai pihak, salah satunya menyebarkan naskah akademik perumusan RUU Ciptaker.
Fondasinya perumusan UU itu Naskah akademik. Sampai sekarang publik belum tahu, harus digodok terlebih dahulu dengan stakeholder, baik perumus (pemerintah), elemen buruh dan para akademisi barangkali ada masukan, karena terkait dengan penggabungan UU, kalau tergesa-gesa ini malah nggak sinkron," demikian ulasan Said.(dtk)