DEMOKRASI.CO.ID - Pemerintah China harus benar-benar bertanggung jawab dalam penyebaran wabah virus corona atau Covid-19 yang kini telah menjangkit hampir ke seluruh dunia.
Bukan tanpa alasan, selain telah merenggut ribuan jiwa, wabah yang berasal dari Wuhan, China ini juga telah mengganggu perekonomian seluruh negara terdampak, termasuk Indonesia.
"Saya menyarankan kepada dunia dan masyarakat Indonesia untuk meminta kompensasi atas kelalaian China untuk membendung penyebaran virus corona ke seluruh dunia," kata aktivis Natalius Pigai di akun Twitter pribadinya, Selasa (7/4).
Khusus untuk Indonesia, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo juga tak bisa tinggal diam dan harus mendesak China memberikan kompensasi.
"Kompensasi bisa berupa penghapusan semua utang di Indonesia, serta jaminan restitusi dan remedial bagi korban virus corona," tandas mantan Komisioner Komnas HAM ini.
Desakan ini bukan tanpa sebab. Pandemik virus corona tidak bisa terlepas dari peranan sebuah laboratorium di Distrik Jiangxia, Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China. Laboratorium itu milik Wuhan Institute of Virology (WIV) yang didirikan untuk mengembangkan virology atau ilmu pengetahuan mengenai virus.
laboratorium pertama di China ini memiliki tingkat keamanan level 4 (bio-safety level 4 atau BSL-4) pada 2015. Di mana BSL-4 adalah level kemanan tertinggi untuk sebuah laboratorium yang mengisyaratkan bahwa 'sesuatu' yang berada di laboratorium tersebut mudah ditularkan melalui aerosol dan bisa menyebabkan penyakit parah di mana vaksin dan perawatannya belum ditemukan.
Sejak berubah dari Wuhan Institute of Microbiology menjadi Wuhan Institute of Virology pada 1978, WIV mulai melakukan penelitian terkait dengan jenis-jenis virus, khususnya virus serangga dan hewan hingga 1990-an.
Dari laman WIV, mulai 1998, mereka mulai berfokus pada penelitian aplikasi mikroba dan inovasi teknologi tinggi biologis. Hingga pada 1999, mereka berhasil mengembangkan tipe dasar penelitian dan pengembangan teknologi tinggi. Pada 2002, mereka mengaku telah membuka tahap baru dalam pengembangan inovasi.
Dan pada 2003, muncul sebuah virus yang dinamakan SARS-CoV-1 di China atau yang disebut dengan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Virus ini diyakini berasal dari hewan, yaitu kelelawar yang berada di sebuah gua di Provinsi Yunnan.
Pada 2004, Prancis dan China menandatangani perjanjian kerja sama untuk mencegah penyakit baru. Mulailah pada 2005, keduanya membangun WIV yang saat ini dikenal selama 10 tahun lamanya. Setelah mendapatkan sertifikat pengakuan dan otentikasi, pada Agustus 2016 WIV melakukan penelitian ilmiah tentang pencegahan dan pengendalian penyakit menular baru.
WIV terus dikembangkan dengan tujuan bisa menjadi pusat penyimpanan benih virus dan laboratorium rujukan WHO. Sekitar tiga tahun kemudian, pada Desember 2019, muncul sebuah penyakit mirip pneumonia yang belum pernah ada sebelumnya di Wuhan. Tepatnya di Pasar Makanan Laut Wuhan di Distrik Jianghan. Hingga saat ini, penyakit yang memiliki nama Coronavirus Disease (Covid-19) yang muncul dari virus SARS-CoV-2 ini sudah menginfeksi ratusan ribu orang di lebih dari 150 negara.
Sejak Covid-19 muncul, dugaan pertama yang muncul adalah virus itu merupakan kebocoran dari Wuhan Institute of Virology. Meski pada akhirnya dibantah oleh China.[rmol]