DEMOKRASI.CO.ID - Kritik keras dilontarkan oleh gabungan sejumlah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), yang dinamakan Aliansi BEM Jakarta Bersuara, terhadap kebijakan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, dalam penanganan pandemi covid-19. Sayangnya, justru beberapa BEM merasa ada pencatutan nama yang dilakukan oleh Aliansi BEM Jakarta Bersuara.
Sebuah acara konferensi pers digelar di sebuah tempat di daerah Cikajang, Jakarta Selatan, Sabtu 4 April 2020 lalu. Acara tersebut digelar oleh Aliansi BEM Jakarta, dengan tema "Lockdown, Solusi atau Politisasi?"
Menurut keterangan Ketua BEM Universitas Jayabaya, Daniel Teguh Wibowo, ada tujuh perwakilan BEM kampus di Jakarta yang hadir dalam acara tersebut. Acara ini digelar sebagai respons mahasiswa atas situasi DKI Jakarta dalam masa pendemi covid-19.
Ada empat poin yang jadi topik utama dalam acara tersebut, mempertanyakan urgensi lockdown, kesiapan koordinasi, sosialisasi dan uji materi berbagai aspek sebelum lockdown, serta soal harga Alat Pelindung Diri (ADP) yang langka dan mahal.
Dikatakan Daniel, tadinya hanya ada empat poin pembahasan dalam undangan Aliansi BEM Jakarta Bersuara yang dikirimkan. Akan tetapi pada saat acara berlangsung, muncul poin kelima yang mengkritik kebijakan Anies yang memberikan fasilitas hotel bintang lima untuk tim medis yang menangani kasus covid-19.
"Dasar pemikiran dan undangan konferensi pers dikirim kepada kami. Melihat isi kedua konten tersebut kami merespons positif hal tersebut," ujar Daniel dalam wawancara via aplikasi pesan elektronik.
"Kegiatan konferensi pers berlangsung, tanpa adanya pembahasan dan pernyataan terkait penilaian fasilitas hotel bintang lima untuk tim medis dinilai berlebihan. Akan tetapi, ada indikasi penambahan isu yang diangkat di luar tujuan kami oleh oknum yang tidak bertanggung jawab," katanya.
Akibatnya, kritik yang disampaikan oleh Aliansi BEM Jakarta Bersuara membuat geger publik. Para perwakilan intelektual muda ini pun jadi sasaran publik.
Oleh sebab itu, ada beberapa BEM yang pada akhirnya merasa namanya dicatut dan dipolitisasi. Oleh sebab itu, beberapa BEM mengklarifikasi bahkan menarik diri dari Aliansi BEM Jakarta Bersuara. Selain BEM Jayabaya, Ketua BEM Universitas Muhammadiyah Jakarta, Mujiono Koesnandar, menyebut bahwa narasi poin kritik tidak melalui pengkajian.
"Sangat menyayangkan narasi-narasi yang dibangun oleh aliansi tersebut dikarenakan tidak adanya pengkajian sebelumnya," ucap Moejiono.
BEM Universitas Trilogi dan BEM Universitas Esa Unggul juga menyampaikan klarifikasinya terkait masalah ini. Lewat akun Instagram resmi BEM masing-masing, kedua kampus ini juga menyatakan tidak pernah tergabung dalam Aliansi BEM Jakarta Bersuara. [viva]