DEMOKRASI.CO.ID - Surat Staf Khusus (Stafsus) Jokowi bidang Bidang Ekonomi dan Keuangan, Andi Taufan Garuda Putra menuai polemik. Surat berkop sekretariat kabinet itu terkait Relawan Desa Lawan COVID-19 yang diinisiasi Kementerian Desa daan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Tapi masalahnya, Sebagai Stafsus, Andi menyebut telah menerima komitmen dari PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) untuk menjalankan program milik Kemendes PDT tersebut di area Jawa, Sulawesi, dan Sumatera. Andi diketahui juga pendiri PT Amartha.
"Surat ini tidak hanya memalukan presiden tetapi juga mengesankan istana bermain dalam bencana," kata pengamat hukum Universitas Andalas Feri Amsari, Selasa (14/4).
Feri menilai conflict of interest terkait surat itu tinggi. Dan stafsus secara administrasi melangkahi instansi lain seperti Kemendagri.
"Stafsus presiden bukanlah pihak yang berwenang menentukan pihak yang memberikan layanan jasa. Nuansa konflik kepentingan tinggi karena staf tersebut adalah pendiri perusahaan," jelas Feri yang juga aktivis Pusat Kajian Antikorupsi Unand ini.
Feri menjelaskan, tindakan yang dilakukan Stafsus Jokowi itu tidak pantas di tengah bencana corona.
Ada lagi yang beginian.— Iwan Sumule (@IwanSumule) April 13, 2020
Yang bener saja, mosok ada surat dari Istana langsung ke kecamatan....hahaha 😂🙈
Hancur tatanan administrasi kenegaraan. Iya gak sih? 🙈🙈 pic.twitter.com/jzjuwpZ9QD
"Ini bisa masuk delik korupsi loh. Dianggap memanfaatkan keadaan mencari keuntungan d tengah penderitaan publik luas," tutur dia.
Sebelumnya Andi saat dikonfirmasi perihal surat tersebut melalui WhatsApp dan telepon belum merespons. Sementara Seskab Pramono Anung menyebut Andi akan membuat rilis soal ini.
"Nanti yang bersangkutan biar yang mengklarifikasi. Hari ini yang bersangkutan akan buat pers statement," ucap Seskab Pramono Anung kepada kumparan. []