Oleh:Ikhwan Arif
AKHIR-akhir ini di tengah pandemik Covid-19 ada beberapa peristiwa politik yang cukup gempar di tengah publik, yaitu mundurnya dua orang Staf Khusus Presiden Adamas Belva Devara dan Andi Taufan Garuda Putra.
Keduanya mundur setelah lima bulan ditunjuk Jokowi sebagai staf khusus pada November 2019.
CEO Ruangguru Adamas Belva Devara menyatakan mundur dari jabatannya setelah munculnya polemik terkait isu konflik kepentingan yang ramai diperbincangkan publik belakangan ini.
Polemik tersebut muncul saat perusahaan startup yang didirikan dan dipimpin Belva, yakni Ruangguru terpilih sebagai mitra program Kartu Pra Kerja.
Kemudian Andi Taufan banyak menerima kritikan dari sejumlah pihak. Hal itu lantaran dirinya membuat surat berkop Sekretariat Kabinet kepada seluruh camat di Indonesia.
Melalui surat itu, Andi Taufan meminta para camat mendukung relawan PT Amartha Mikro Fintek dalam menangani virus corona (Covid-19). Andi tak lain adalah CEO dari PT Amartha.
Pengunduran diri tersebut sangat diapresiasi Jokowi. Belva dan Andi Taufan memiliki sejumlah prestasi di bidangnya masing-masing.
Sejak awal, Jokowi mengaku ingin adanya anak-anak muda seperti keduanya untuk berkesempatan belajar dan berperan serta dalam tata kelola pemerintahan.
Mereka ditunjuk sebagai orang pilihan agar mereka tahu mengenai pemerintahan dan kebijakan publik akan tetapi yang terjadi adanya dugaan penyalahgunaan jabatan mereka.
Meski singkat, Jokowi menyebut bahwa keduanya telah banyak membantu selama menjadi staf khusus. Keduanya, kata dia, memberikan gagasan inovasi di berbagai sistem pelayanan publik agar menjadi lebih cepat dan efektif.
Mereka telah banyak membantu Jokowi bersama-sama dengan staf khusus lainnya dalam membuat inovasi di berbagai sistem pelayanan publik sehingga lebih cepat dan efektif.
Jokowi berharap keduanya dapat terus meniti kesuksesan di bidang masing-masing yang selama ini mereka geluti.
Peristiwa politik ini kita jadikan sebagai cambuk untuk sadar berpolitik.
Sewajarnya, di era sekarang ini banyak politikus yang tidak tahu diri dan tetap mempertahankan jabatannya meski dirinya tidak bisa berbuat lebih baik untuk rakyat dan para pemilih yang sudah mati-matian memilihnya.
Kedua politis muda ini memberikan kesan politik yang baik dan patut untuk ditiru oleh politisi senior yang tidak tahu diri.
Pengunduran diri sebagai itikad baik tentunya dianggap sebagai langkah pertama mereka di tengah dugaan terlibat dalam konflik kepentingan karena mereka tidak serta merta mundur dari jabatan di perusahaan yang mereka pimpin.
Publik tentu sangat mengharapkan sikap jujur dan jiwa besar mereka dalam menghadapi permasalahan ini.
Jangan sampai publik kecewa, karena kejujuran itu dinamis dan tidak bisa dilihat seperti halnya inveksi virus yang tidak terlihat namun wabahnya sangat cepat dan sangat membahayakan kehidupan masyarakat.
Mereka harus mampu mengungkapkan sejauh mana keterlibatan mereka dalam konflik kepentingan yang diisukan ketika mendapatkan jabatan keren stafsus mileneal.
Dengan demikian mata rantai kepentingan dapat dapat diputuskan dan tidak menyebabkan konflik yang berkelanjutan.
(Pengamat politik dan pendiri Indonesia Political Power.)