DEMOKRASI.CO.ID - Pemerintah menunjuk perusahaan milik stafsus presiden jadi salah satu mitra pelatihan online beranggaran Rp 5,6 Triliun, dari total anggaran Rp 20 Triliun dalam program Kartu Prakerja.
Total ada 8 perusahaan aplikator yang ditunjuk pemerintah menjadi mitra. Jika dibagi, masing masing perusahaan berpotensi meraup duit dari program ini sebesar Rp 700 Miliar.
Menurut Pendiri Perhimpunan Pendidikan Demokrasi Rachland Nashidik, penunjukan pada perusahaan stafsus presiden itu tak lebih lemak yang mengapung di secangkir susu panas.
Lemak itu katanya cuma bagian dari susu.
"Penunjukan perusahaan stafsus itu cuma bukti: pemerintah sangat percaya diri bahwa kekuasaannya mengatasi hukum," ungkap Rachland Nashidik dalam siaran tertulisnya pada Rabu (15/4/2020).
"Apalagi tafsirnya bila duit negara bisa digelontorkan pada pihak pihak cuma berdasarkan kedekatannya dengan kekuasaan?" tanyanya.
Kondisi tersebut, diungkapkan Rachland Nashidik, menunjukkan tidak adanya transparansi dan akuntabilitas dalam proses pemerintahan Jokowi.
Saking percaya diri, pemerintah pun katanya tidak merasa perlu bermain halus.
Perusahaan milik Stafsus Presiden pun ditunjuk tanpa ragu.
Rachland Nashidik menduga, sikap percaya diri yang ditunjukkan pemerintahan Jokowi bersumber pada pasal 'kekebalan hukum' dalam Perppu Covid-19 atau Perppu Nomor 1 tahun 2020.
Dalam pasal tersebut disebutkan, 'biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk menyelamatkan perekonomian dari krisis bukan kerugian negara'. Dan 'pejabat pemerintah terkait pelaksanaan Perppu tidak dapat dituntut perdata ataupun pidana jika melaksanakan tugas berdasarkan iktikad baik'.
"Tapi Perppu Covid-19 itu sendiri sebenarnya adalah refleksi kepercayaan diri pemerintah memiliki kekuasaan absolut. Itu kita saksikan dalam cara pemerintah memperlakukan hak budget," jelas Rachland Nashidik.
"Hak ini adalah salah satu dari sejumlah ciri utama negara demokrasi, di samping adanya pemilu bebas serta jaminan atas hak asasi manusia dan kebebasan sipil," paparnya.
Lebih lanjut dipaparkannya, hak budget tersebut memiliki beberapa variasi di semua negara demokrasi.
Namun, prinsipnya ditegaskannya tetap sama, yakni anggaran negara diputuskan bersama oleh Pemerintah dan Wakil Rakyat atau Legislatif.
Berbeda dengan Indonesia saat ini, Perppu Nomor 1 tahun 2020 katanya memberi ruang bagi pemerintah untuk menetapkan anggaran sendiri tanpa melalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Ini bukan saja merampas hak kontrol DPR, tapi secara substansial menempatkan Indonesia di bawah pemerintahan Jokowi sejajar dengan negara-negara totaliter atau fasistis yang tersisa di planet bumi," tegasnya. [wartakota]