DEMOKRASI.CO.ID - Juru bicara Menteri Pertahanan, Dahnil Anzar Simanjuntak memberi tanggapannya atas lonjakan impor senjata dan amunisi pada Maret 2020. Dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Rabu kemarin, 15 April 2020, impor senjata naik lebih dari 7.000 persen dari bulan sebelumnya, Februari 2020.
“Mekanisme belanja senjata kan membutuhkan rentang waktu yang panjang, memang faktanya seperti yang disampaikan Kepala BPS,” kata Dahnil saat dihubungi di Jakarta, Kamis, 16 April 2020. Namun, ia tidak merinci lebih jauh apakah impor senjata ini merupakan pengadaan di masa Menteri Pertahanan sebelumnya, atau di masa menteri saat ini, Prabowo Subianto.
Kemarin, BPS mencatat impor produk senjata dan amunisi serta bagiannya meningkat tajam di tengah Covid-19. Sepanjang Maret 2020, BPS mencatat nilai impor senjata mencapai US$ 187,1 juta, naik hingga 7.384 persen, dibandingkan Februari 2020 yang hanya US$ 2,5 juta.
Angka US$ 187,1 juta ini juga naik 8.809 persen dibandingkan Maret 2019 yang hanya US$ 2,1 juta. “Ini rutin dilakukan setiap tahun untuk pertahanan dan keamanan. Kebetulan 2020 jatuhnya Maret 2020,” kata Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers online di Jakarta, Rabu 15 April 2020.
Senjata dan amunisi pun menjadi komoditas impor yang mengalami kenaikan tertinggi secara persentase. Tapi secara nilai, kenaikan impor tertinggi terjadi pada produk mesin dan perlengkapan elektronik. Impor produk mesin naik US$ 422,8 juta (month-to-month/mtm) pada Maret 2020, menjadi US$ 1,6 miliar.
Setelah mesin dan senjata, tiga produk lain yang mengalami kenaikan impor tertinggi yaitu plastik dan barang dan plastik, naik US$ 161 juta (mtm) menjadi US$ 733 juta. Lalu besi dan baja, naik US$ 159,7 juta menjadi US$ 787,7 juta. Terakhir, logam mulia, perhiasan dan permata naik US$ 146,1 juta menjadi US$ 246 juta.
Maka jika dilihat, impor senjata dan amunisi memang mengalami persentase kenaikan yang paling drastis. Namun secara nilai, impor senjata sebesar US$ 187,1 juta masih paling rendah dibandingkan empat produk lainnya.
Tempo sedang berupaya meminta penjelasan lebih rinci kepada BPS. “Sebentar saya jelaskan ya, sekarang lagi rapat soalnya,” kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Yunita Rusanti, Kamis.
Sementara, Direktur Impor Kementerian Perdagangan Ani Mulyani meminta impor senjata dan amunisi ini ditanyakan ke Kementerian Pertahanan saja. “Impor senjata gak diatur oleh Kemendag,” kata dia.
Meski ada lonjakan impor senjata pada Maret, anggaran Kementerian Pertahanan ke depan termasuk yang dipangkas paling besar untuk penanganan Covid-19. Lewat Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN 2020, Presiden Jokowi memangkas anggaran di kementerian Prabowo tersebut hingga Rp 8,7 triliun.
Angka ini jauh lebih tinggi dari belanja senjata Maret 2020 tersebut yang sebesar US$ 187,1 juta atau setara Rp 2,9 triliun.
Kemenhan menjadi instansi tertinggi ketiga yang dipangkas anggarannya, setelah Kementerian Riset dan Teknologi serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Sehingga, anggaran di Kemenhan saat ini tersisa Rp 122 triliun.[tempo]