DEMOKRASI.CO.ID - Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hasyim Asyari mengaku menerima konsultasi dari Kader PDIP, Agustiani Tio Fridelina terkait permohonan dari DPP PDIP agar Riezky Aprilia digantikan dengan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI 2019-2024.
Hal itu disampaikan Hasyim Asyari saat menjadi saksi untuk terdakwa Saeful Bahri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (20/4).
Awalnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ronald Worotikan mendalami perkenalan saksi Hasyim dengan Agustiani Tio yang merupakan kader PDIP yang juga tersangka dalam kasus ini.
Hasyim mengaku kenal Agustiani pada saat penyelenggaraan Pemilu 2009 di saat Agustiani Tio menjadi anggota Bawaslu RI.
Selanjutnya, jaksa mempertanyakan isi rapat pleno sebelum diterbitkannya surat KPU pada 7 Januari 2020 yang menjawab tidak bisa mengabulkan permohonan DPP PDIP pada surat yang kedua yang dikirim pada 6 Desember 2019.
"Sebelum diterbitkannya surat KPU ya tadi saudara katakan tanggal 7 Januari 2020. Apakah saudara pada saat rapat pleno itu pernah disampaikan oleh Pak Wahyu Setiawan untuk diajak berkonsultasi dengan seorang dari Partai PDIP?" tanya Jaksa Ronald kepada Hasyim yang berada di kediamannya melalui video telekonferensi, Senin (20/4).
"Iya, jadi pada pleno hari Senin tanggal 6 Januari 2020 itu di bagian akhir ketika rapat pleno mau selesai seingat saya beliau menyampaikan bahwa nanti akan ada orang utusan dari PDIP mau konsultasi. Lalu kemudian ditanya teman-teman, 'konsultasi tentang apa?', ya 'soal masalah ini soal penggantian ini'. Kemudian ditanya, 'siapa yang mau datang?' (Wahyu menjawab) 'Mba Tio, Mba Tio mantan Bawaslu' di hadapan kami yang sedang rapat pas Wahyu menyatakan itu," ungkap Hasyim.
Saat Wahyu menyampaikan itu kata Hasyim, semua peserta pleno mendengarkan. Namun pada saat rapat pleno tersebut hanya ada enam Komisioner KPU. Satu Komisioner KPU yakni Viryan Azis sedang berada di luar kota.
Komisioner KPU lainnya setelah mendengar pernyataan dari Wahyu tersebut, kata Hasyim, langsung menanggapinya.
"Seingat saya, Pak Ketua dan teman-teman menanggapi. Masalah apa yang mau dikonsultasikan. Mas Wahyu menyatakan ini mau dibahas atau dikonsultasikan dari aspek hukumnya gitu. Pak Ketua bilang kalau begitu sama Mas Hasyim di divisi hukum," jelas Hasyim.
Sehingga, Hasyim menegaskan, bahwa Komisioner KPU pada rapat pleno 6 Januari 2020 tersebut mengetahui permintaan konsultasi dari perwakilan DPP PDIP yang disampaikan oleh Wahyu.
"Jadi karena yang menyampaikan pesan itu Mas Wahyu ya kemudian dinilai bahwa sudah ada komunikasi dan sudah kontak kepada Mas Wahyu. Sehingga kemudian yang mendampingi Mba Tio (adalah) Mas Wahyu ketika bertemu dengan saya," jelasnya.
Pertemuan itu, kata Hasyim, terjadi pada hari yang sama usai rapat pleno sekitar pukul 15.30 WIB. Pada pukul tersebut, Hasyim menanyakan perihal kejelasan konsultasi tersebut kepada Wahyu.
"Hari Senin sore sekira jam 15.30an lah saya tanya Mas Wahyu via WA 'Mas apakah jadi ini pertemuannya? Karena saya jam 4 ada acara lain, sehingga kalau jadi sebisa mungkin ya sekarang'. Mas Wahyu langsung jawab 'jadi, karena Mba Tio sudah di kantor KPU'. Saya gak tau di kantor KPU di ruangannya siapa, saya gak tau. Dalam waktu yang tidak terlalu lama kemudian mereka berdua ke ruangan saya," terang Hasyim.
Pertemuan itu kata Hasyim hanya berlangsung singkat sekitar 10 menit di ruang kerja Hasyim. Di dalam pertemuan di ruang kerjanya itu kata dia, hanya terdapat tiga orang, yakni dirinya, Wahyu dan Agustiani Tio.
Yang dibicarakan soal surat yang kedua itu yang permohonan PAW itu. Saya sampaikan bagaimana yang sudah dijelaskan bahwa kalau mengacu pada surat tersebut permohonannya adalah PAW. Nah kalau PAW itu mekanismenya tidak demikian," katanya.
"Tapi, mekanismenya adalah partai bersurat kepada DPR, dan kemudian DPR bersurat kepada KPU. Surat DPR itu adalah sifatnya konfirmasi siapa calon penggantinya yang memenuhi syarat. Saya sampaikan demikian dan tidak ada yang lain kecuali itu," pungkas Hasyim.(rmol)