DEMOKRASI.CO.ID - Aksi penolakan terhadap pasien korban Coronavirus Disease (Covid-19) tidak hanya terjadi di Jawa Tengah, dan beberapa daerah lainnya.
Di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur juga beredar spanduk penolakan warga terkait Rencana Pemerintah Provinsi Jawa Timur menggunakan lahan perhutani sebagai tempat pemakaman masaal jenazah Covid-19.
Rencananya Pemprov Jatim menggandeng Pemkab Mojokerto untuk menyediakan lahan pemakaman Covid-19 di lahan Perhutani petak 81D di Dusun Belukwangun, Desa Suru, Kecamatan Dawar Blandong, Kabupaten Mojokerto seluas 100 meter mendapat penolakan warga sekitar.
Warga menolak rencana itu dengan memasang spanduk di pinggir jalan ke arah masuk desanya. Tulisan di spanduk warna putih berbunyi.
“Warga menolak keras pemakaman Covid-19 dan masio wong kene yo wedi
matek (warga sini juga takut mati)”.
Kepala Desa Suru Suyono, membenarkan adanya hal itu.
’’Yang jelas rasa khawatir warga muncul karena adanya isu-isu Covid -19 yang membahayakan. Sehingga, warga menolak. Takut ikut terdampak,’’ kata Suyono seperti dikutip dari Kantor Berita RMOL Jatim.
Mereka kawatir karena korban yang akan dimakamkan itu bukan warga setempat, melainkan dari luar daerahnya. Sehingga warga mendesak menolak korban yang yang terinfeksi penyakit
menular.
’’Kalau seumpamanya ada warga kami yang terkena virus. Tapi semoga tidak. Pasti akan dkondisikan di pemakaman umum yang ada di desa kami. Tapi kalau korban dari luar daerah, warga tidak mengehendaki,’’ terangnya.
Menurutnya, saat ini pihak pemerintah desa masih berkoordinasi dengan warga.
’’Jadi gimana baiknya, kalau memang wujud sosial kami masih ada, kami pastinya punya kebijakan. Akan tetapi, saya tidak bisa mengambil keputusan yang bertentangan dengan masayarakat. Sebab, pada hakikatnya dari rakyat untuk rakyat,’’ katanya.
Suyono mengatakan, untuk mencegah Covid-19, warga luar daerah tidak diperkenankan masuk desanya. Apalagi, jika tamu dari daerah zona merah. Meski tidak dilakukan penjagaan ketat di pintu masuk desa, tapi warga terus mengawasi setiap tamu yang masuk ke desanya. Jika ada tamu dari luar, akan disuruh kembali.
’’Untuk memutus mata rantai penyebaran, pemdes membatasi orang asing atau orang luar,’’ ujarnya.
Warga juga tidak diperkenankan keluar desa, jika tidak ada keperluan yang sangat mendesak. Kecuali jika keluar untuk bekerja.
’’Warga setempat tetap kami imbau untuk tidak keluar. Seperti ke tempat keramaian,’’ tandasnya.
Sementara itu salah satu petani mengatakan, lahan milik Perhutani itu sangat berdekatan dengan lahan petani untuk bercocok tanam. Seperti petani cabai kecil maupun cabai besar hingga petani jagung. ’
Ya saya khawatir kalau koban virus itu dimakamkan disitu,’’ ungkapnya.(rmol)