DEMOKRASI.CO.ID - Wabah virus Corona (COVID-19) di Indonesia berdampak serius bagi masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah menyiapkan dana penanganan Corona dengan memangkas beberapa anggaran. Salah satunya dana abadi pendidikan.
Pemangkasan anggaran dana abadi pendidikan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan dan Stabilitas Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19. Perppu ini ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 31 Maret 2020.
Dalam Bab II tentang Kebijakan Keuangan Negara, dijelaskan bahwa pemerintah punya wewenang memangkas anggaran dari beberapa sumber. Hal ini tertuang dalam Pasal 2 ayat (1) poin e. Begini bunyinya:
(1) Dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (4),Pemerintah berwenang untuk:
e. menggunakan anggaran yang bersumber dari:
1. Sisa Anggaran Lebih (SAL);
2. dana abadi dan akumulasi dana abadi pendidikan;
3. dana yang dikuasai negara dengan kriteria tertentu;
4. dana yang dikelola oleh Badan Layanan Umum; dan/atau
5. dana yang berasal dari pengurangan Penyertaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
Dalam bab penjelasan, diterangkan bahwa yang dimaksud dengan 'akumulasi dana abadi pendidikan' adalah akumulasi dana abadi dari tahun-tahun sebelumnya dan tidak termasuk porsi dana abadi pendidikan yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun berjalan.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menilai bahwa untuk menangani Corona memang membutuhkan dana yang banyak. Dana tersebut bisa diambil dari beberapa proyek ibu kota baru hingga proyek infrastruktur.
"Saya sudah hitung secara kasar bahwa itu dibutuhkan dana hampir Rp 1.000 triliun. Ini bisa diambil dari mana-mana. Termasuk menghentikan perpindahan ibu kota, menghentikan proyek kereta api cepat dan proyek infrastruktur lain. Kemudian juga sisa anggaran dan sebagainya," kata Agus saat dihubungi, Senin (6/4/2020).
Namun, dia menjelaskan, apabila jumlah ini tidak mencukupi, pemerintah bisa mengambil dana abadi pendidikan juga.
"Jadi kalau itu cuma sedikit, ya itu termasuk (dana pendidikan). Kan memang tidak ada uangnya. Memangnya sedikit anggarannya untuk Corona? Banyak, kan harus dikasih makan," ungkapnya.
Dia mengatakan Corona memang berdampak negatif ke semua sektor. Baginya, yang terpenting anggaran ini tidak dikorupsi.
"Semuanya memang jadi terganggu. Bisa negatifnya sampai 3 persen, nanti 2023 baru dikurangi secara bertahap. Pokoknya concern saya tidak ada yang dikorupsi," tuturnya.
Sementara itu, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, punya pandangan lain. Semestinya, yang dipangkas terlebih dahulu justru anggaran untuk Ibu kota baru. Sebab, hingga sekarang lelang untuk proyek tersebut masih berjalan.
"Permasalahan utamanya tidak ada statemen yang jelas dari pemerintah soal penundaan pembangunan IKN (Ibu Kota Negara). Saya juga kaget ketika melihat lelang pembangunan IKN tetap berjalan normal," kata Bhima kepada detikcom, Senin (6/4).
"Artinya, memang belum ada intensi untuk menyetop proyek mercusuar itu. Sementara dalam perppu, terkait rencana pemanfaatan dana abadi pendidikan disebutkan," sambungnya.
Dia menjelaskan bahwa dana abadi pendidikan itu termasuk dana Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang biasa digunakan untuk beasiswa. Padahal, menurutnya, persoalan pendidikan penting setelah terjadinya bencana. Dia mencontohkannya dengan kisah Jepang ketika terkena bom atom.
"Sebaiknya pemerintah jangan mencari dana dari LPDP, saya teringat kisah Jepang pascamusibah kota Nagasaki dan Hiroshima dibom atom. Kaisar Jepang bertanya 'berapa guru yang masih tersisa'. Artinya, pembangunan pascabencana tetap kembali fokus pada persoalan pendidikan. Itu jangan dinomor duakan," ujar Bhima.(dtk)