DEMOKRASI.CO.ID - Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati meminta pihak desa menyiapkan rumah kosong dan berhantu, untuk mengkarantina paksa para pemudik yang tidak menaati aturan karantina mandiri selama 14 hari. Salah seorang pemudik, Heri Susanto menceritakan awal mula dia jadi penghuni rumah angker.
"Anak saya minta mainan, semacam tenda-tendaan gitu. Lalu saya antar beli ke Sragen (kota). Pulangnya saya ketangkap sama Satgas (COVID-19 Desa Sepat). Saya ditarik gitu aja," ujar pria yang selama ini merantau di Lampung ini kepada detikcom di lokasi karantinanya, Kecamatan Masaran, Senin (20/4/2020).
Warga Desa Sepat, Kecamatan Masaran ini mengungkap dia akhirnya ditempatkan di lokasi karantina khusus. Dia juga mengaku menyesal tak disiplin menjalani karantina mandiri selama 14 hari seperti yang diminta pemerintah.
Saya ikut aturan, lah. Saya menyesal. Terpaksa nggak bisa ketemu sama keluarga, tapi saya tahu ini demi keamanan," lanjutnya.
Untuk mengurangi rasa kangen dengan keluarga, Heri hanya bisa melakukan panggilan video call. Belum lagi, gedung yang ditempatinya banyak disebut warga sekitar sebagai rumah hantu.
Pasrah saja sama Allah. Untuk pelajaran, lah. Aturannya sudah bagus, saya yang melanggar," kata Heri.
Sebelumnya diberitakan, Pemkab Sragen meminta desa untuk menyiapkan tempat karantina khusus bagi para pemudik yang membandel di tengah pandemi virus Corona. Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati meminta pihak desa menyiapkan rumah kosong dan terkenal berhantu untuk mengkarantina paksa para pemudik yang tidak menaati aturan karantina mandiri selama 14 hari.(dtk)