DEMOKRASI.CO.ID - Anggota DPR Fraksi Nasdem Fauzi H Amro kembali menyoroti perubahan kebijakan Presiden Jokowi dalam penanganan virus corona dan peran kontroversi Luhut Binsar Panjaitan yang mendadak mengurus penanganan covid-19.
“Saya melihat kebijakan Pemerintah Pusat dalam penangan wabah virus corona selain lambat, juga plin plan. Misalnya awalnya Presiden Jokowi melarang orang mudik untuk membatasi penyebaran corona. Namun belakangan Luhut bersama Jubir Presiden tiba-tiba meralat kebijakan tersebut dan membolehkan mudik. Kebijakan ini tak sejalan dengan berbagai upaya Pemerintah Daerah membendung atau memutus laju persebaran virus corona,” ujar Fauzi dalam pesan singkatnya, Minggu (5/4/2020).
Fauzi mengatakan, kebijakan membolehkan mudik itu juga tak selaras dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Skala Besar (PSSB) Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang dicanangkan Presiden Jokowi.
Alumnus IPB ini menilai kebijakan PSSB dalam penanganan corona tak ada kemajuan yang berarti dalam menangkal laju wabah virus corona, terlebih tak ada larangan bagi pemudik, demikian hal bus-bus dari daerah menuju Jakarta juga masih dibolehkan.
Apa yang diatur dalam PSSB seperti kebijakan bekerja di rumah, beribadah di rumah, pembatasan transportasi publik dan larangan berkumpul sebenarnya sudah dan tengah berjalan sekitar 3 pekan diberbagai daerah termasuk di Jakarta. Bahkan inistiaf sejumlah daerah yang melakukan karantina wilayah seperti di Tegal jauh lebih progresif dalam penangan wabah virus corona.
Melalui kebijakan PSSB, Pemerintah Pusat terkesan mau melimpahkan urusan penanganan corona ke daerah. Pemerintah Pusat tak mau menerapkan kebijakan karantina wilayah karena tidak siap mensuplai kebutuhan pangan masyarakat sesuai diwajibakan Undang-Undang Karantina.
“Dalam Pedoman PSSB baru dikeluarkan Menteri Kesehatan, ada kewajiban Kepala Daerah memastikan suplai pangan, bila ingin daerahnya ditetapkan dalam status PSSB,” ungkapnya.
Seharusnya lanjut politisi Partai Nasdem ini, dalam situasi darurat kesehatan seperti sekarang, Pemerintah Pusat berkewajiban memastikan ketersedian pangan masyarakat yang saat ini ditengah dililit berbagai kesulitan ekonomi.
Menurut Fauzi, lambatnya respon Pemerintah Pusat, karena ada sosok yang sangat begitu berkuasa mengendalikan kabinet. Dan sosok itu lebih mengutamakan kepentingan ekonomi dari pada menyelamatkan rakyat Indonesia dari wabah virus corona. Ia berperan melebihi kewenangannya.
"Sosok itu adalah Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bertindak seolah "The Real President"," kata ia.
Pertama Luhut membatalkan permintaan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menghentikan operasional bus antarkota antarprovinsi (AKAP), bus antar-jemput antarprovinsi (AJAP), serta bus pariwisata dari dan ke Jakarta, di tengah wabah virus corona.
Keputusan itu diambil Luhut selaku pelaksana tugas Menteri Perhubungan (Menhub) menggantikan Budi Karya Sumadi yang tengah terbaring di rumah sakit lantaran positif Covid-19. Luhut berdalih belum ada kajian dampak ekonomi dari penghentian operasional bus-bus tersebut.
Selain itu, Luhut menurut juru bicara Menko Maritim dan Investasi (Marves), Jodi Mahardi seperti dikutip salah satu media nasional, pada rapat dadakan yang digelar Presiden Jokowi akhir Maret lalu, Luhut ditunjuk sebagai koordinator penanganan Covid-19.
Jadi terjadi tumpang tindih antara peran Luhut sebagai koordinator penangan covid-19 dengan Kepala BNPB Doni Monardo yang sebelumnya ditunjuk sebagai Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Padahal sesuai isi Keppres Nomor 9 Tahun 2020, Luhut sebenarnya tak dapat panggung di Gugus Covid-19. Dalam Keppres itu, Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan ditetapkan sebagai Ketua Pengarah Gugus Covid-19 didampingi Menko Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) dan Menteri Kesehatan (Menkes) sebagai wakil.
Selain itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ditunjuk sebagai Ketua Pelaksana Gugus Covid-19. Kementerian Marves hanya disebutkan sebagai anggota tim pelaksana Gugus Covid-19. Luhut bahkan tidak masuk dalam anggota tim pengarah sebagaimana menteri-menteri Jokowi lainnya.
Tapi begitu,Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan berencana menerapkan kebijakan karantina wilayah di Jakarta sebagai upaya membendung laju penyebaran virus corona, Luhut mendadak muncul kepublik, sebagai pelaksana Menteri Perhubungan dan memveto menolak rencana kebijakan Anies Baswedan. “Saya heran, apa pun inisiatif Anies selalu ditolak Pemerintah Pusat,” ujarnya.
Karantina wilayah terlebih dulu sudah dilakukan Tegal, Tasikmalaya dan lain-lain. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga punya inisiatif serupa yaitu melakukan karantina wilayah di Jakarta, tapi sangat disesalkan, Luhut Binjar Panjaitan, sebagai Pelaksana Menteri Perhubungan menolak kebijakan tersebut, padahal itu kebijakan terbaik dalam memutus rantai wabah virus corona.
Kebijakan Pemerintah Pusat yang selalu berubah-ubah dan tidak mengakomodir inisiatif daerah lanjut alumnus HMI ini, bisa menimbulkan daerah kehilangan kepercayaan pada Pemerintah Pusat, terlebih Pemerintah Pusat terlihat lambat dalam mengambil kebijakan strategis dalam penanganan covid-19.
Belum lagi, penanganan covid-19 ini di Pemerintah Pusat seperti tidak satu komando, ada Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 dipimpin Kepala BNPB, Doni Monardo. Disisi lain Luhut juga ditunjuk sebagai koordinator penanganan Covid-19.
“Kalau kita mencermati, dari periode pertama Pemerintahan Jokowi hingga saat ini, peran Luhut seperti disampaikan banyak pihak sudah seperti Perdana Menteri, bahkan ada yang menyebut Luhut, Pak Luhut ini bertindak seperti "the real President", ini membuat sosok Luhut oleh sejumlah pengamat dan ekonomi dianggap berbahaya," ucapnya.
"Karena peran Luhut kelihatan sangat begitu berkuasa di kabinet Jokowi, mengabaikan begitu banyak suara-suara publik yang mengingatkan perbaikan kebijakan diperiode kedua Jokowi termasuk kebijakan yang cepat dan kongkrit dalam penanganan wabah virus corona,” tambahnya.
“Luhut lebih mengutamakan kepentingan investasi dan ekonomi, sementara urusan kemanusian cenderung diabaikan. Ditengah wabah corona, Luhut masih membolehkan tenaga kerja asing asal China masuk ke Indonesia, padahal wabah corona pertama kali muncul dari negeri tirai bambu itu. Inisiatif Karantina Wilayah yang rencana diterapkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga berakhir ditangan Luhut, ditolak, Luhut ini sudah seperti Menteri Segala Urusan atau Menteri Palugada, semua diurusnya ,”tuturnya.
Luhut sebagai Pelaksana Menteri Perhubungan hingga kini tak melarang bus dari berbagai daerah masuk ke Jakarta, demikian pula bus dari Jakarta ke luar daerah juga tak dilarang, sehingga akan mempercepat laju penyebaran virus corona ke daerah.
“Harusnya Luhut sebagai Pelaksana Menteri Perhubungan, sudah melarang bus dari daerah menuju ke Jakarta, segala jenis kendaraan dari Jakarta mesti dilarang ke luar daerah, kecuali yang membawa bahan kebutuhan pokok atau pangan, alat-alat kesehatan, dan energi atau minyak. Tapi itu dilakukan, Luhut juga masih membolehkan pemudik pulang kampung. Itu kan sama saja, membiarkan wabah virus corona terus menyebar dan membunuh rakyat Indonesia secara perlahan. Di kepala Luhut sepertinya hanya duit, duit dan duit. Luhut lebih mengutamakan kepentingan investasi dan ekonomi dari pada kemanusian,” imbunya.
Semestinya, kata ia, pemerintah Indonesia belajar dari negara-negara yang juga diserang wabah virus corona seperti China, Italia, Iran, Korea Selatan, Jerman, Arab Saudi, Ghana dan lain-lain. Pemimpin mereka lebih mengedepankan penyelamatan rakyat dari pada ekonominya.
"Seperti kata Presiden Ghana, ekonomi bisa dibangkitkan, tapi orang yang meninggal tidak bisa dibangkitkan. Nah ekonomi itu bisa baik, kalau kesehatan masyarakat terjamin,” tambahnya.
Menurut Fauzi, Presiden Jokowi memiliki mandat dari rakyat Indonesia, seharusnya mengambil alih komando penangan wabah corona atau covid-19 di Indonesia. Para menteri dan pimpinan lembaga negara lainnya, bertugas membantu presiden.
Selain itu, Presiden Jokowi mestinya mendengarkan aspirasi publik dan mengokomidir inisiatif berbagai Pemerintah Daerah dalam penanganan wabah virus corona.
“Ada baiknya Presiden mendengarkan suara-sauara nurani rakyat dan juga mengakomodasi berbagai inisiatif Pemerintah Daerah, karena merekalah yang paling tahu apa yang terjadi di daerah masing-masing," kata ia.(*)