DEMOKRASI.CO.ID - Pascaramainya pemberitaan rapid test yang hasil 51 orang positif, para tenaga medis dan nonmedis di RSUD Kota Bogor mengalami diskriminatif dari mulai diusir sampai dijauhi warga sekitar. Kejadian ini menunjukkan masih kurangnya edukasi terkait penanganan Corona COVID-19 bagi masyarakat.
"(Setelah pemberitaan) Salah satu tim medis atau bidan di RSUD kota dan perawat tidak boleh tinggal di asrama lagi dan dijauhi warga sekitarnya. Infomasi ini saya dapat langsung dari Dirut RSUD," kata Koordinator Masyarakat Pejuang Bogor (MPB), Atiek Yulis Setyowati, Kamis malam 23 April 2020.
Atiek mengatakan, atas kejadian ini masyarakat harus diberikan edukasi lebih dewasa bagaimana menghadapi jika ada masyarakat yang terkena Corona COVID-19. Saat ini, kata dia, yang terpenting semua yang mengikuti rapid test positif harus ditolong untuk dikarantina ke hotel.
"Walau masih menunggu hasil tes swab dan pemerintah harus turun tangan memberikan edukasi kepada seluruh warga agar tidak mengucilkan para ODP justru harus dibantu kasih dukungan makan atau semangat dan doa, jika harus dikarantina. Mereka bukan penjahat, justru mereka pahlawan kemanusiaan, taruhan nyawa untuk menolong pasien. Mari kita semua memberikan semangat kepada semua," katanya.
Atas kejadian ini, Atiek mengajak semua pihak bertanggung jawab membantu bagaimana memulihkan mental tenaga medis, terutama menghadapi para penghuni asrama yang lain dan warga sekitar.
Diskriminasi terhadap tenaga medis dan pegawai dibenarkan kata Humas RSUD Kota Bogor Taufik Rahmat. Bahkan orang yang mengalami hal itu menceritakan langsung kepadanya.
"Ada juga yang lain dari bagian farmasi dan gudang yang mengadukan hal yang sama ke saya. Ada pandangan enggak bersahabat dari masyarakat mengenai berita COVID-19 RSUD Kota Bogor. Padahal mereka pegawai-pegawai yang sehat," katanya pada Kamis malam, 23 April 2020.[viva]