logo
×

Sabtu, 11 April 2020

53.565 Tenaga Kerja Kena Imbas Corona, Pemprov Jabar Harus Proaktif

53.565 Tenaga Kerja Kena Imbas Corona, Pemprov Jabar Harus Proaktif

DEMOKRASI.CO.ID - Pandemi virus Corona membuat dunia industri Jawa Barat kalang kabut. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Barat mencatat, hingga Jumat (10/4), sebanyak 1.479 perusahaan kena imbas

Produksi mandek karena daya beli konsumen yang menurun di tengah ketidakpastian ekonomi ini. Otomatis, tenaga kerja yang berada di dalamnya ikut terdampak.

Dari catatan Disnakertrans sebanyak 53.465 tenaga kerja yang kena imbas. 26.330 orang dirumahkan oleh 314 perusahaan. Sementara 7.583 lainnya mengalami nasib yang lebih tidak beruntung, mereka kena PHK di 314 perusahaan.

Wakil Ketua Komisi V DPRD Jawa Barat Abdul Hadi Wijaya mendorong agar Pemprov Jabar lebih proaktif dalam mengadvokasi tenaga kerja di Jabar dengan perusahaannya.

"Pemprov harus proaktif, agar mereka (tenaga kerja) bisa mendaftar dan bisa mendapatkan fasilitas untuk masuk dalam program kartu Prakerja yang digulirkan pemerintah, melalui Kemenaker," ujar Abdul Hadi kepada detikcom, Sabtu (11/4/2020).

Ia juga mengimbau agar pimpinan perusahaan juga secara proaktif melakukan pendaftaran kolektif bagi karyawannya baik yang kena PHK, dirumahkan maupun yang telah habis masa kontraknya.

"Ini harus dilakukan, agar pembaharuan data dari Disnaker kota-kabupaten dan provinsi bisa lebih cepat dan lebih aktual, melalui proses kolektif tersebut," ucapnya.

Abdul Hadi memprediksi angka tenaga kerja yang terdampak tersebut akan terus bertambah, seiring dengan masa tanggap darurat COVID-19. Sehingga dua langkah tersebut mendesak untuk segera dilaksanakan.

"Semoga ini bisa menjadi solusi bagi warga Jabar yang sebagian besar merasakan imbas ekonomi dari wabah COVID-19 ini," kata Abdul Hadi.

Kadisnakertrans Jabar Mochamad Ade Afriandi menjelaskan definisi tenaga kerja dirumahkan. Menurutnya, jika tenaga kerja dirumahkan, mereka masih berstatus tenaga kerja di perusahaan tersebut.

"Bila dia bekerja di bulan Maret, dia masih dapat upah untuk bulan Maret. Kemudian April dirumahkan, nah belum tentu dia dapat upah," katanya.

Menurut Ade, tren ini terus bertambah, seiring dengan daya beli masyarakat yang menurun. "Kalau buyer tidak ada, industri akan terdampak. Nah, di situ muncul permasalahan ketenagakerjaan, sekarang kami juga mendorong agar perusahaan dan pekerja berunding terkait tanggung jawa masing-masing," tutur Ade.(dtk)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: