logo
×

Rabu, 25 Maret 2020

UPDATE 24 Maret: 686 Pasien Positif Covid-19, 80 Persen Alami Gejala Ringan

UPDATE 24 Maret: 686 Pasien Positif Covid-19, 80 Persen Alami Gejala Ringan

DEMOKRASI.CO.ID - Pemerintah menyatakan jumlah pasien yang dinyatakan positif virus corona dan mengidap Covid-19 terus bertambah.

Juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona Achmad Yurianto mengatakan hingga Selasa (24/3/2020), total ada 686 kasus Covid-19 di Indonesia.

Angka ini bertambah 107 pasien dari data yang dirilis sebelumnya, Senin (23/3/2020).

"Berdasarkan data yang diterima pemerintah sejak Senin (23/3/2020) pukul 12.00 WIB hingga Selasa siang ini pukul 12.00 WIB. Ada penambahan kasus baru 107 orang sehingga totalnya ada 686 orang," ujar Yuri dalam konferensi pers di Graha BNPB, Selasa sore.

Dari jumlah itu, pemerintah menyebutkan bahwa total ada 30 pasien yang dinyatakan sembuh dan boleh pulang. Sementara 55 pasien meninggal dunia.

Sebaran kasus di 24 provinsi

Berdasarkan tabel data yang dipaparkan Yuri, ada dua provinsi tambahan yang kini merawat pasien positif covid.

Kedua provinsi itu, yakni Nusa Tenggara Barat ( NTB) dan Sumatera Selatan yang masing-masing ditemukan satu kasus pasien positif corona.

Dua provinsi ini masing-masing mencatat 1 kasus perdana pasien positif Covid-19.

Sehingga, sampai 24 Maret 2020, sebaran penularan Covid-19 terjadi di 24 provinsi.

Adapun dari 24 provinsi tersebut, jumlah kasus di DKI Jakarta paling tinggi, yakni sebanyak 424 kasus.

80 persen pasien alami gejala ringan

Yurianto mengungkapkan, 80 persen pasien yang terinfeksi virus corona atau Covid-19 mengalami gejala ringan.

Bahkan, kata dia, ada pasien positif Covid-19 yang tidak merasakan gejala sama sekali.

"Tentunya untuk kasus yang dengan keluhan ringan atau tanpa keluhan, ini sebenarnya adalah hampir 80 persen dari kasus positif yang ada secara statistik berada dalam keluhan dalam posisi gejala yang ringan, atau ringan sampai sedang," kata Yuri.

Yuri mengatakan, pasien Covid-19 yang memiliki gejala sedang bisa melakukan isolasi diri di rumah sehingga tidak menjadi beban layanan rumah sakit.

Menurut dia, pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit adalah mereka yang tidak mungkin mengisolasi diri di rumah dan membutuhkan monitoring dari tenaga medis.

Berdasarkan hal itu, Yuri mengatakan, kehadiran Rumah Sakit Darurat Penanganan Covid-19 ini ditujukan sebagai tahap awal untuk mengurangi beban rumah sakit rujukan Covid-19.

"Sehingga pada kasus-kasus dengan kondisi sedang dan berat yang membutuhkan layanan rawatan spesifik dan intensif ini bisa dilaksanakan rumah sakit yang sudah kita tentukan sebagai rumah sakit rujukan Covid-19," kata dia.

71 Pasien dirawat di Wisma Atlet

Dalam kesempatan yang sama, Yurianto menjelaskan saat ini ada 71 pasien yang tengah menjalani perawatan di Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran.

Mereka berada dalam kondisi sakit ringan dan sedang.

"Secara umum kondisi mereka adalah dalam kondisi sakit ringan, sedang," ujar.

Berdasarkan data, RS Darurat Covid-19 telah menerima 102 pasien hingga Selasa (24/3/2020) siang.

Setelah menjalani pemeriksaan, petugas kemudian memulangkan 31 pasien karena dianggap tidak perlu mendapat perawatan.

Sedangkan, dari 71 pasien yang menjalani perawatan, dua pasien di antaranya akan dipindah ke rumah sakit rujukan di RSPAD Gatot Soebroto.

"Ada dua yang kita lihat, ada faktor komorbid yang mempengaruhi, oleh karena itu kita rujuk menuju rumah sakit rujukan adalah RSPAD yang waktu itu kita tempatkan," kata Yuri.

Rapid test untuk golongan prioritas

Pemerintah memastikan, telah mendistribusikan 125 ribu rapid test kit ke 34 provinsi di Indonesia.

Yuri mengatakan, pemerintah pusat menyerahkan sepenuhnya penggunaan rapid test kit itu kepada pemerintah daerah.

Pemerintah hanya memberikan petunjuk umum bahwa rapid test itu tidak boleh digunakan secara sembarangan.

Kelompok pertama yang diprioritaskan menggunakan rapid test kit tersebut adalah mereka yang berdasarkan penelusuran alias contact tracing pernah kontak dekat dengan pasien positif virus corona.

"(Prioritas) kedua, adalah untuk tenaga kesehatan yang dilibatkan di dalam layanan langsung terkait Covid-19," ujar Yuri.

Ia menambahkan, distribusi rapid test kit tahap pertama ini akan berbeda dengan distribusi selanjutnya.

Distribusi rapid test kit selanjutnya akan mempertimbangkan provinsi mana yang kasus pasien positif Covid-19 paling signifikan.

"Pada pengiriman berikutnya, dalam jumlah yang lebih besar, akan berbasis pada daerah mana kasus ini (Covid-19) ditemukan dan kemudian daerah yang berpotensi munculnya penularan," lanjut dia.

Yuri melanjutkan, pemeriksaan rapid test yang dilakukan pemerintah saat ini adalah cara cepat untuk melakukan pemeriksaan terhadap antibodi yang ada dalam tubuh.

Ia mengatakan, rapid test tersebut diharapkan dapat menyaring secara cepat keberadaan kasus positif Covid-19.

"Oleh karena itu, yang kita periksa, untuk cara cepat ini adalah melakukan pemeriksaan antibodinya yang ada di dalam darah, sehingga spesimen yang diambil, adalah darah bukan apusan tenggorokan," kata Yuri.

Yuri mengatakan, apabila hasil pemeriksaan rapid test seseorang dinyatakan negatif Covid-19. Hasil tersebut, kata dia, tak memberi jaminan untuk tidak terinfeksi virus corona.

Menurut Yuri, butuh waktu 6-7 hari untuk terbentuknya antibodi agar bisa mengindentifikasi seseorang positif atau negatif Covid-19.

"Oleh karena itu harus dilakukan mana kala pemeriksaan pertama negatif, adalah mengulang kembali rapid test," ujarnya.

Yuri juga mengatakan, hasil pemeriksaan rapid test yang dinyatakan negatif, harus kembali pemeriksaan setelah 10 hari.

"Kalau hasilnya positif maka kita yakini sedang terinfeksi virus, tetapi kalau hasilnya negatif, maka kita bisa meyakini tidak terinfeksi virus tetapi juga dimaknai tidak ada antibodi di dalam tubuhnya," ucapnya.

Lebih lanjut, Yuri mengatakan, rapid test diprioritaskan untuk kasus yang terkonfirmasi positif Covid-19 yaitu dengan memeriksa orang-orang yang berhubungan dengan pasien Covid-19 baik itu pihak keluarga dan rekan kerja.

Kemudian, tenaga medis yang langsung menangani pasien Covid-19 hingga front office di rumah sakit yang menjadi rujukan pasien Covid-19.

"Ini harus kita periksa termasuk front office RS kita lakukan pemeriksaan, karena kita tahu bahwa mereka kelompok yang sensitif untuk rentan terinfeksi Covid-19," pungkasnya. [kompas]
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: