logo
×

Selasa, 03 Maret 2020

Sudah Jatuh Tertimpa Pajak (Cukai)

Sudah Jatuh Tertimpa Pajak (Cukai)

Oleh : Ummu Arsya  (Komunitas Setajam Pena)

Saat ini ramai dibicarakan terkait pendapat Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, yang mana bu Sri Mulyani berusaha mencari solusi untuk meningkatkan pendapatan Negara dengan mengusulkan kepada DPR, agar mengenakan cukai pada jenis minuman kemasan tertentu. Hal itu disampekan dengan alasan untuk mencegah masyarakat dari berbagai  penyakit yang disebabkan mengkonsumsi minuman kemasan yang berbahan pemanis. Cukai juga akan dikenakan pada pemakaian kantong plastic (kresek) dengan dibebankan pada pemakai atau konsumen, sehingga baik harga minuman kemasan ataupun plastic kresek akan naik.

Sebagaimana yang diberitakan pada laman vivanews.com (22/02/2020), harga beberapa komoditas yang digemari masyarakat Indonesia akan naik. Minuman berpemanis seperti teh berkemasan, minuman berkarbonasi, kopi konsentrat akan dikenakan cukai. Kantong plastik alias tas kresek yang lazim dipakai untuk wadah belanjaan juga akan dikenakan bea serupa. Menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mengusulkannyakepada DPR dalam rapat pada rabu lalu. Parlemen pun, tanpa banyak penentangan, menyetujui rencana itu, meski waktu penerapan dan skema detailnya akan dibahas kemudian. Yang pasti, kalau kebijakan itu diberlakukan, Sri Mulyani memperkirakan penerimaan negara dari cukai itu lebih dari Rp22 triliun.

Cukai adalah pajak atau bea yang dikenakan pada barang import dan barang konsumsi (KBBI).  Penjelasan lebih luas lainnya, cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat dan karakteristik tertentu, yaitu : konsumsinya perlu dikendalikan dan peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup.

Lantas, benarkah alasan utamanya untuk menjaga kesehatan mayarakat ? kenapa kok bukan bahan minumannya saja yang dicarikan alternanif bahan yang aman dan halal dikonsumsi. Karena kalau substansi masalahnya demi kesehatan mayarakat, tentunya tidak fokus terhadap hitung-hitungan  pendapatan dari cukai yang akan diperoleh. Tapi harusnya fokus pada materi minuman dan focus pada qualitasnya.

Kebijakan seperti ini bukan solusi yang akan membuat masyarakat menjadi sehat, tapi justru akan membuat masyarakat menjadi melarat. Karena menarik cukai dari minuman kemasan dan pemakaian kresek artinya menaikkan harga jual. Disamping itu juga akan menurunkan daya beli masyarakat, mengurangi konsumsi juga mengurangi pendapatan masyarakat.

Dari sini kita bisa menganalisa, apa sebenarnya tujuan dibalik cukai yang diusulkan bu Sri Mulyani. Saat ini negara sedang membutuhkan dana yang luar biasa banyak, sehingga apapun yang bisa menjadi alasan untuk bisa melakukan pungutan terhadap masyarakat pasti akan di lakukan. Inilah ciri khas dari sebuah negara yang menerapkan system kapitalis, yang mana sumber pendapatan terbesar negara di bebankan pada pajak.

Apa yang terjadi di Indonesia, saat ini sebagian besar rakyat  sedang menjalani kehidupan yang sangat berat dan melelahkan. Berbagai pungutan yang membebani, naiknya biaya operasional kehidupannya setiap hari, tak terjangkaumya pemenuhan kebutuhan pokok secara layak, mahalnya biaya kesehatan, sulitnya mencari perkerjaan, kini akan  dikenakan cukai pada barang yang dikonsumsi dan barang yang dipakainya. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, sudah sudah dikenai pajak pula. Itu semua menunjukkan betapa abainya negara atau penguasa dalam memelihara urusan rakyatnya. Rakyat seakan menjadi sapi perahan bagi penguasa. Apapun yang bisa mendatangkan uang, maka segera ditetapkan sebagai kewajiban rakyat.

Bagaimana mungkin sebuah negara akan mampu menyejahterakan rakyatnya, kalau hidupnya sebuah negara hanya mengandalkan pajak. Sedangkan haramnya memungut pajak sebagai sumber utama pendapatan negara sudah sangat jelas. Apalagi sampai menyengsarakan rakyat karena terbebani banyaknya kewajiban membayar pajak. Jelas tidak akan membawa kepada keberkahan, justru adzab Allah lah yang datang.

Pajak dan cukai serta pungutannya, dalam Islam adalah haram berdasarkan dalil secara jelas dan terdapat ancaman bagi para penariknya. Nabi saw bersabda:“Sesungguhnya pelaku/ pemungut pajak (di adzab) di neraka” (HR. Ahmad 4/109, Abu Dawud kitab Al Imarah :7)

Bagaimanakah pendapatan negara dalam pandangan sistem Islam? Islam telah mengatur segala sesuatunya dengan sangat jelas  dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam Islam dijelaskan bahwa sumber-sumber pendapatan negara ada beberapa post dan  dikelola oleh Baitul Maal. Di antaranya ada zakat, kharaj, ghanimah, jizyah, usry, fai’, khumus, hima dan masih ada yang lainnya. Dari masing-masing post juga diatur cara pendistribusinya dalam syariat Islam secara jelas, sehingga tidak akan terjadi tumpang tindih atau penyalahgunaan. Semua dilakukan berdasarkan ketaatan pada perintah Allah SWT semata. Dengan banyaknya sumber pendapatan tersebut, maka negara berkewajiban untuk menjalankan perannya secara maksimal, yakni riayatu suunil umat (memelihara urusan umat). Dengan demikian kesejahteraan umat akan mudah terwujud.

Kalaupun ada kondisi darurat, sehingga kas negara kosong karena sudah habis untuk memelihara urusan umat, dan ada masalah penting yang menuntut untuk segera ditunaikan misalnya, maka boleh negara memungut pajak. Itupun hanya dikenakan kepada masyarakat yang kaya saja dan hanya sampai terpenuhinya kepentingan negara yang mendesak sajaaat itu. Setelah itu maka tidak dipungut pajak lagi.

Demikian sistem Islam mengatur urusan pendapatan negara, semua dilakukan atas ketundukan pada syariat Allah Yang Maha mengatur hamba-Nya. Hidup dalam ketaatan kepada Allah dengan menerapkan syariat Islam kaffah dalam semua aspek kehidupan adalah dambaan seluruh umat manusia yang mengaku beriman kepada Allah SWT.
Wallahu a’lam bishowab
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: