DEMOKRASI.CO.ID - Kebijakan social distancing yang diterapkan pemerintah untuk mengantisipasi meluasnya penularan virus corona atau Covid-19 dinilai belum memiliki aturan yang jelas.
Pasalnya, pemerintah belum menyiapkan alternatif untuk para pekerja informal yang berpenghasilan harian. Sehingga, mereka tetap harus keluar rumah untuk bekerja dan memilih untuk mengabaikan imbauan pemerintah.
"Ajakan untuk tinggal di rumah (social distancing) ini kan tidak pernah jelas di pemerintah. Bagaimana dengan pekerja informal atau masyarakat yang menggantungkan hidupnya itu dari sumber income harian?" kata Ketua Indonesia Bergerak, Yaya Nurhidayati di Jakarta, Sabtu (21/3).
"Kalau mereka tinggal di rumah, bagaimana ini? Mereka harus mendapatkan pengganti (harian) layak hidup mereka dari mana? Sampai sekarang tidak jelas," imbuhnya.
Direktur Nasional Walhi ini menilai, pemerintah perlu memikirkan nasib para pekerja informal ini yang justru sangat rentan karena disudutkan pada pilihan hidup yang pelik.
Padahal, kata Yaya, seharusnya mereka dijamin oleh negara, bukan hanya pada saat situasi seperti sekarang ini. Sebab, dalam Pasal 34 UUD telah jelas disebutkan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
"Apakah pemerintah mau memberikan bantuan finansial tersebut kepada mereka? Dan kalau iya, seperti apa, bagaimana prosedurnya? Siapa yang bisa mengakses bantuan ini? Di mana dia bisa mengakses? Berapa jumlahnya? Ini kan enggak pernah jelas sampai saat ini," sesalnya.
Atas dasar itu, Indonesia Bergerak meminta pemerintah untuk melihat imbas dari kebijakan yang telah diambilnya, sekaligus menyiapkan solusi atas kebijakan tersebut.
"Perlu diperhatikan juga impact dari kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah seperti social distancing, itu seperti apa dampaknya kepada kelompok masyarakat, terutama yang marjinal," tandas Yaya Nurhidayati.(rmol)