DEMOKRASI.CO.ID - Wabah virus corona (Covid-19) yang mengguncang dunia masih menjadi kekhawatiran banyak negara. Pasalnya, hingga Senin pagi ini (2/3), jumlah kematian akibat virus ini mencapai 3.044 orang. Sementara jumlah kasus infeksi sudah mencapai 88.227.
Dari 241 negara dan teritori yang tercatat di PBB, sebanyak 64 negara di dunia telah mengonfirmasi terinfeksi. Namun anehnya, Indonesia mengklaim "zero corona" dengan tidak memaparkan data-data yang jelas.
Belum lagi jika melihat arus kebijakan yang kontra dengan banyak negara lain. Di mana, akses lalu lalang manusia dari dan ke luar negeri kembali dibuka. Padahal negara seperti Arab Saudi saja menutup akses masuk orang luar dengan tidak menerbitkan izin visa umrah dan wisata.
Pemerintah Presiden Joko Widodo dan kabinetnya malah menggelontorkan dana sebesar Rp. 10,3 triliun untuk memberikan insentif kepada maskapai penerbangan dan perhotelan, guna menyembuhkan minus pendapatan negara di sektor pariwisata.
Hal ini menjadi satu permasalahan yang dikritisi anggota Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Petrus Selestinus. Menurutnya, upaya pemerintah dalam menangani wabah virus corona ini terlihat belum all out.
"Pemerintah Indonesia tidak boleh santai menghadapi ancaman virus corona ini, lebih baik arus masuk dan keluarnya warga negara Indonesia dan warga negara asing harus diperketat bila perlu diblokade sementara waktu," ujar Petrus Selestinus saat dihubungi, Senin (2/2).
"Sehingga pemerintah dan masyarakat menemukan sistim kekebalan yang mampu mengatasi virus corona dimaksud," sambungnya.
Justru kata Petrus Selestinus, saat ini pemerintah sedang menanam kecemasan untuk warga negaranya, di atas kebijakan yang dikeluarkan tidak bisa mengantisipasi wabah virus corona.
Ia pun merujuk kepada pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, 'kewajiban negara adalah melindungi segenap bangsanya dan seluruh tumpah darahnya', untuk mengimbau ke pemerintah meluruskan kebijakannya.
"Harus ditunjukan juga dalam menghadapi ancaman bahaya virus corona ini, karena bahaya virus corona ini jauh lebih dahsyat dari bahaya perang senjata apapun," tutur Petrus Salestinus.
Jika perbaikan sistem pencegahan tidak dilakukan oleh pemerintah, lanjut Petrus Selestinus, Presiden bisa dituntut melakukan melawan hukum.
"Jika saat ini masyarakat DKI Jakarta menggugat gubernurnya (Anies Baswedan) secara calss action karena kerugian akibat banjir melanda Jakarta, maka Presiden Jokowi bisa digugat melalukan perbauatan melawan hukum yang merugikan rakyatnya, karena lalai mengantisipasi penanganan bahaya virus corona," tutupnya. (rm)