DEMOKRASI.CO.ID - Langkah Menteri Keuangan Sri Mulyani yang membuka peluang untuk memberi dana talangan atau bailout pada PT. Asuransi Jiwasraya menuai sorotan.
Ini lantaran bailout diberikan untuk menutupi kerugian negara akibat perampokan yang secara nyata dilakukan di perusahaan BUMN tersebut.
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu menjadi salah satu yang menanyakan langkah dari menteri berpredikat terbaik dunia tersebut.
Said Didu merasa heran dengan sikap itu lantaran dulu saat Jiwasraya terkena dampak krisis 1998, Sri Mulyani enggan memberikan dana dari APBN.
“Tapi saat dirampok (seperti) saat ini, ada ide mau berikan dana PMN dari APBN. Apakah aliran dana hasil rampokan mau ditutupi?” tanyanya di akun Twitter pribadi, Senin (2/3).
Pertanyaan Said Didu belum berakhir. Dia turut membandingkan kasus penggelontoran dana ini dengan BPJS Kesehatan yang mengalami defisit.
Dalam kasus ini, pemerintah memang telah memberi suntikan dana sebesar Rp 13,5 triliun. Namun demikian, Sri Mulyani sempat mengancam akan menarik insentif tersebut jika PP 75/2019 tentang Jaminan Kesehatan dibatalkan.
PP ini sendiri berisi tentang kenaikan iuran BPJS di semua kelas per tahun ini. Kenaikan iuran itu mencapai dua kali lipat.
“Mohon penjelasan Ibu sehingga mau bailout perampokan Jiwasraya, sementara Ibu menolak: 1. Tambahan subsidi buat BPJS sehingga bebani rakyat. 2. 2006-2007 Ibu menolak bantu Jiwasraya padahal risiko krisis 98, bukan perampokan. 3. Apa yang Ibu mau tutupi dari perampokan ini?” tutupnya.[rmol]