DEMOKRASI.CO.ID - Pemerintah sedang mempertimbangkan baru yang berarti ini akan melampaui defisit APBN maksimal 3 persen yang telah ditetapkan dalam UU 17/2003.
Utang baru itu disebutkan untuk membantu APBN yang tekor dihantam Covid-19.
Di sisi lain, Badan Anggaran DPR RI malah memberikan rekomendasikan agar defisit APBN 2020 diperebar hingga 5 persen.
Menurut ekonom senior DR Rizal Ramli, sebetulnya kalau dioptimalkan pemerintah tidak perlu mencari utang baru. Dana yang direalokasikan dan sisa anggaran yang tidak terpakai cukup besar dan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan anggaran.
Tetapi, dari awal Menteri Keuangan Sri Mulyani memang sudah berniat untuk menambah utang.
Di mata Rizal Ramli penambahan utang ini adalah jurus aji mumpung yang diperlihatkan Sri Mulyani memanfaatkan badai Covid-19. Ini juga semakin memperkuat dugaan bahwa Sri Mulyani hanya berperan sebagai sales promotion girl (SPG) bagi lembaga pengucur utang seperti International Monetary Fund (IMF).
“Aji mumpung, pinjem lagi dari IMF. Dasar SPG IMF. Lho bukan situ yang jual angin sorga bisa narik Rp11.000 trilliun dari luar negeri?” ujar Rizal Ramli.
“Karena yang sangat mereka perlukan saat ini untuk doping rupiah lagi,” demikian Rizal Ramli. (rm)