DEMOKRASI.CO.ID - Wabah virus corona masih menyebar di Indonesia. Angka kasus positif virus ini sudah mencapai ribuan orang. Opsi mengisolasi wilayah alias lockdown pun makin gencar disuarakan.
Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) pun menyarankan hal ini untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia. Lewat keterangan tertulisnya, Ketua Dewan Pengurus LP3ES Didik J. Rachbini dan Peneliti LP3ES Fachru Nofrian mengatakan hingga kini pemerintah terlalu angkuh untuk terus menyatakan tidak mau melakukan lockdown.
"Pemerintah dengan angkuhnya menyatakan tidak ada lockdown! Sudah begitu banyak yang memberikan saran tetapi nampaknya keras kepala, ciri kepemimpinan seolah-olah kuat, tetapi menghadapi masalah dalam manajemen yang krisis," tulis kedua ekonom, lewat keterangan yang diterima Minggu (29/3/2020).
Perlambatan ekonomi memang sudah tidak bisa lagi dicegah, tapi untuk menyelamatkan perekonomian tugas utama pemerintah adalah menangkal wabah corona meluas. Salah satunya dengan melakukan lockdown. Setelah itu baru memikirkan kebijakan ekonomi yang pas.
"Perlambatan ekonomi tidak dapat dicegah, tetapi tugas pemerintah utamanya menangkal wabah covid-19. Setelah itu baru menangkal ekonomi agar tidak terjungkal menjadi krisis, yang menyebabkan ekonomi rakyat terpuruk," kata Didik dan Fachru.
Didik dan Fachru pun kecewa setelah saran dari Mantan Wapres Jusuf Kalla (JK) untuk melakukan lockdown ditolak pemerintah. Padahal menurut keduanya, JK bukan orang baru di pemerintahan, bahkan lebih berpengalaman dibanding penghuni Istana Negara yang sekarang.
"Ikuti saran JK, yang sudah lama meminta pemerintah tegas untuk melakukan lockdown, tetapi selalu dijawab, tidak ada lockdown. Tidak ada penghuni di istana itu, yang lebih dari berpengalaman daripada JK," ungkap Didik dan Fachru.
Ekonom senior Indef Dradjad Wibowo juga pernah mengatakan lockdown harus segera dilakukan. Pemerintah harus lebih tegas untuk melakukan pencegahan penyebaran virus dibanding mempertimbangkan perekonomian.
Menurutnya, perekonomian saat ini sudah sangat tertekan karena virus corona. Penyelamatan terbaiknya adalah dengan mencegah wabah ini meluas, kalau perlu ambil langkah ekstrim untuk melakukan lockdown alias isolasi wilayah.
Kalau mau menyelamatkan ekonomi maka harus cegah wabahnya. Justru penyelamatan ekonomi paling bagus dan terbaik adalah mencegah wabahnya, salah satunya lockdown," ungkap Dradjad lewat diskusi teleconference Indef, Selasa (24/3/2020).
Didik dan Fachru juga menilai pemerintah terlalu 'mencla-mencle' alias tidak tegas dalam menentukan kebijakan anggaran untuk menangani dampak virus corona. Apa alasannya?
Didik dan Fachru menilai bahwa sejauh ini pemerintah terlihat ragu dan maju mundur dalam mengalokasikan dana APBN untuk menangani virus corona. Mereka menilai alokasi dana yang terus berubah mencerminkan kebijakan yang lemah dari pemerintah.
"Kebijakan anggaran yang ragu dan maju mundur mengalokasikan dana Rp 19 triliun rupiah pada awalnya, beberapa hari kemudian lalu naik Rp 27 triliun rupiah, dan kemudian naik lagi Rp 60 triliun adalah kebijakan yang lemah, mencla-mencle, pertanda pemerintahan tidak memiliki kepemimpinan yang kuat kalau berkaca pada luasnya masalah yang dihadapi rakyat Indonesia," kata Didik dan Fachru.
Berkaca kasus krisis ekonomi di tahun 2008, Didik dan Fachru meminta agar pemerintah mengambil langkah tegas serupa yang dilakukan di tahun 2008. Saat itu pemerintah tegas memotong anggaran kementerian dan lembaga hingga 10%, baik pusat dan daerah.
Kali ini di tengah wabah corona, mereka meminta pemerintah dan DPR memutuskan dengan tegas untuk memangkas anggaran hingga 20%. Kemudian dan tersebut dialihkan untuk membantu masyarakat miskin, pekerja sektor informal, industri mikro, dan penanganan virus corona lainnya.
Pada tahun 2008 tidak ada krisis yang hebat, hanya terjadi perlambatan ekonomi, tetapi anggaran dengan tegas dipotong 10%. Pemerintah harus memimpin bersama DPR memutuskan untuk memotong 20% anggaran seluruh kementerian dan daerah, kemudian mengalihkannya untuk pembiayaan corona," kata kedua ekonom ini.
Penghematan pun harus dilakukan, Didik dan Fachru menilai proyek besar strategis nasional yang menelan anggaran besar harus dibatalkan, paling minimal ditunda dahulu.
"Sudah banyak saran, tapi tidak diputuskan segera agar proyek-proyek besar, mercusuar yang mewah dan berbiaya mahal harus dibatalkan setidaknya ditunda," sebut Didik dan Fachru.(dtk)