OLEH: ARIEF GUNAWAN
KELOMPOK pertama yang mengecam penjajahan Belanda di Indonesia adalah orang Belanda sendiri.
Yaitu golongan liberal, plus kelompok Multatuli dan para pendorong Politik Etis.
Elit bumiputeranya yang penjilat memilih berkomplot. Menikmati status quo demi kedudukan sosial-ekonomi tinggi yang dikasih sama Belanda.
Waktu wabah pes melanda Hindia Belanda, 1911, elit bumiputeranya tiada berdaya. Proyek infrastruktur besar yang disebut Kerja Rodi menempatkan mereka jadi mandor dan agen tenaga kerja yang menyalurkan rakyat jadi kuli.
Keringat, darah, dan nyawa rakyat berceceran tapi elitnya lari dari tanggung jawab. Because their devote is to the king. Para bupati misalnya selalu ngaku anak angkat Raja Wilem, dan kepada Gubernur Jenderal mereka menyapa dengan sebutan Eyang Romo ...
Elit kekuasaan hari ini mungkin juga merasa anak angkatnya XI Jinping dan utang budi sama Mao Zedong, sebab masih saja mencla-mencle bela ratusan juta rakyat yang terancam mati akibat Corona dari Negeri Komunis itu.
Perekonomian nasional bangkrut, kehidupan rakyat makin sulit, tapi histeria dan kondisi gagap karena tak siap menumpas Corona ini malah jadi pintu darurat bagi Sri Mulyani untuk lari dari tanggungjawab.
Menteri Keuangan Terbalik yang dipuji-puji asing-aseng ini ibarat lempar anduk mempersalahkan Corona yang bisa sebabkan ekonomi 0 %.
Padahal sebelum Corona perekonomian nasional sudah rongsokan di bawah asuhan ekonom neoliberal yang dikenal SPG-nya IMF & World Bank, dan yang oleh Anwar Nasution disebut Menteri Batok Kelapa itu.
Kalau Anda ingin mengetahui kebesaran sebuah bangsa kenalilah pemimpinnya di masa krisis.
Bagaimana pemimpinnya begitulah juga bangsanya. Dan bangsa ini, kata Pramoedya Ananta Toer, terlalu banyak melahirkan pembesar, ketimbang pemimpin.
Hari-hari belakangan ini kebanyakan kita melihat para pembesar itu kian ngawur, irasional gunakan buzzers sebagai armada untuk menolak kenyataan. Manipulatif, ruthless. Bangsa ini kian didekatkan kepada kehancuran & kebinasaan.
Teringat saya pada syair Freddy Mercury dalam Bohemian Rhapsody :
No escape from reality. Open your eyes, look up to the skies and see ...
Jangan melarikan diri dari kenyataan. Kalian sudah terkepung oleh kesalahan kalian sendiri.
(Penulis adalah wartawan senior.)