logo
×

Kamis, 05 Maret 2020

Pasien Corona Bukan Penjahat, Identitasnya Jangan Diobral!

Pasien Corona Bukan Penjahat, Identitasnya Jangan Diobral!

DEMOKRASI.CO.ID - Waktu Indonesia masih nihil kasus Virus Corona tetapi negara-negara tetangga sudah terjangkit, sebagian orang mencurigai pemerintah menyembunyikan fakta bahwa sebenarnya sudah ada warga yang terinfeksi. Rumor lain mengatakan, pemerintah Indonesia tidak mampu mendeteksi virus itu namun selalu dikatakan masih aman.

Tetapi, begitu Presiden Joko Widodo dan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengumumkan bahwa ada dua warga Indonesia terinfeksi virus dengan nama baru COVID-19 itu, beritanya seolah menyemburat. Informasi tentang kedua pasien, yang mestinya dirahasiakan, malah bocor ke publik.

Sejauh ini media arus utama tak menyebut identitas lengkap kedua pasien, melainkan hanya inisial nama, jenis kelamin dan usia, tetapi informasi lebih jauh tentang itu berseliweran di media sosial. Sayangnya, alamat rumah keduanya dan nama rumah sakit tempat mereka dirawat, yang mestinya dirahasiakan juga telanjur bocor ke publik.

Terawan bahkan menyampaikan keterangan pers di rumah sakit tempat kedua pasien dirawat dan diisolasi, lalu disampaikan juga akan meninjau rumah mereka di Depok, Jawa Barat. Mulanya tak disebut alamat rumah pasien, tetapi akhirnya terkuak juga setelah Wali Kota Depok Mohamad Idris menyebut secara spesifik kompleks perumahannya. Jadilah rumah kedua pasien objek reportase media massa.

Pelanggaran

Seorang dari kedua pasien, berbicara melalui sejumlah orang terdekatnya, mengaku mulai tertekan atas arus deras informasi yang menyebut profil mereka, bahkan sejumlah di media sosial tersebar foto-foto mereka. Warga di kompleks perumahan itu juga mulai terdampak. Mereka gerah karena permukiman mereka menjadi kerap didatangi wartawan untuk reportase. Sehingga muncul kesan seolah menjadi tempat yang harus dijauhi. Apalagi sampai dipasangi garis polisi.

Mencontoh Singapura, ketika seorang warga negara Indonesia di sana dinyatakan positif terinfeksi virus corona, pemerintah setempat berkukuh merahasiakan identitas pasien itu kepada Kedutaan Besar RI di sana. Pemerintah Jepang bahkan lebih rapat lagi merahasiakan identitas orang-orang yang terjangkit corona, termasuk sembilan warga Indonesia. Mereka hanya menyebut kesembilan orang Indonesia itu dirawat di satu rumah sakit di Kota Shiba dan rumah sakit lainnya di pinggiran Tokyo.

Di Indonesia, otoritas pemerintah mengingatkan agar masyarakat dan media massa merahasiakan identitas pasien terjangkit corona setelah semuanya telanjur tersebar. Kementerian Kesehatan, misalnya, mengingatkan pers agar tak mengungkap identitas pasien corona karena itu informasi rahasia, selain juga bagian dari Kode Etik Kedokteran. Bahkan, seperti disampaikan Achmad Yurianto, Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, pemerintah dan pers juga wajib merahasikan nama rumah sakit tempat pasien corona dirawat.

Padahal, sehari sebelumnya sang Menteri dan beberapa pejabat teras Kementerian menggelar konferensi pers di rumah sakit tempat perawatan kedua pasien. Beberapa saat kemudian sang wali kota tempat tinggal kedua pasien ikut mengonfirmasi alamat kedua pasien.

Komisi Informasi mewanti-wanti masyarakat, termasuk pers, bahwa pengungkapan identitas pribadi pasien positif terinfeksi corona melanggar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Diatur dalam Pasal 17 huruf h dan i undang-undang itu, informasi pribadi dikecualikan bila berkaitan dengan riwayat, kondisi anggota keluarga, perawatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang.

"Karenanya," Komisioner Komisi Informasi Arif A. Kuswardono memperingatkan, "publik dan petugas diimbau agar menghormati hak tersebut dan tidak membagi, menyebarkan atau men-share informasi pribadi pasien yang bersangkutan di media sosial atau tempat lain."

Menurut Kuswardono, ketidakhati-hatian dan kekurangcermatan dapat menyebabkan si pasien jadi objek cemoohan atau dikucilkan dan berpotensi melanggar Kode Etik Jurnalistik dalam hal perlindungan hak pribadi. Ketentuan yang sama juga berlaku bagi warga Indonesia yang dikarantina dan diobservasi, juga mereka yang sudah diizinkan pulang.

Bukan penjahat

Dewan Pers menyesalkan ada media massa yang mempublikasikan identitas atau profil, termasuk alamat rumah, pasien terjangkit corona. Sebagaimana pasien penyakit apa pun (juga korban perkosaan, misalnya), orang yang terinfeksi virus corona tak pernah mau tertimpa musibah itu, dan karenanya, publik dan pers wajib menghormati privasi mereka.

Memang, menurut Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers pada Dewan Pers Arif Zulkifli, para jurnalis bisa mendapatkan informasi dari sumber mana pun untuk kepentingan pemberitaan, tak harus dari sumber resmi seperti lembaga pemerintah. Seandainya ada aparat pemerintah yang tanpa sengaja atau keceplosan menyebut profil atau identitas pasien, setiap jurnalis terikat kode etik wajib menghormati privasi pasien, artinya, tetap tidak boleh mengobral identitas pasien.

Arif juga menyoroti pers Indonesia yang bahkan mereportase rumah kedua pasien corona itu. Dia menganggap liputan semacam itu tak ada relevansinya dengan kasus corona atau pun si pasien. “Rumahnya di Depok atau di Bintaro, enggak ada relevansinya. Itu untuk gagah-gagahan saja.” Sebaliknya, liputan semacam itu, katanya, tak lebih dari efek persaingan media demi traffic atau rating tinggi.

Dia memaklumi, traffic atau rating tinggi sekarang seolah menjadi dewa bagi industri media. Tetapi, dia memperingatkan, industri media yang hanya berorientasi traffic atau rating berpotensi membahayakan media itu sendiri. “Media [massa] nanti tidak lagi dipercaya [oleh masyarakat].” Karena itu, dia mengingatkan lagi agar setiap jurnalis dan lembaga pers mematuhi Kode Etik Jurnalistik agar kepentingan publik tetap diutamakan.

Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) telah menerbitkan seruan agar semua media siber merahasiakan identitas pasien terjangkit corona; nama, alamat dan data pribadi pasien tidak boleh disebarluaskan. Selain itu, wajib menghindari konten berita yang memicu publik menjadi panik.

"Konten seperti itu tidak akan membantu siapa pun, tidak akan membantu negara, atau masyarakat dalam menangkal penyebaran virus ini dan menangani mereka yang tertular," kata Ketua AMSI Wenseslaus Manggut dalam keterangan tertulisnya.

AMSI menyerukan juga media massa, termasuk media siber, memperbanyak konten-konten berita yang bersifat edukatif tentang cara penularan, cara mengantisipasi, cara bersin dan cara batuk, agar virus apa pun tidak menular kepada keluarga, sahabat di kantor, atau orang lain di area publik yang mereka kunjungi.

Penting juga disampaikan kepada publik bahwa peluang pasien terinfeksi corona untuk sembuh sangatlah besar, sebagaimana yang terjadi di negara-negara yang dilaporkan terjangkit virus itu. "Vietnam bahkan mengumumkan semua yang terkena virus ini sembuh total," kata Wenseslaus. "Kehati-hatian sangat penting," ujarnya mewanti-wanti, "tapi ketakutan dan paranoid tidak membantu apa-apa, malah justru memperparah suasana." [vivanews]
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: