logo
×

Minggu, 01 Maret 2020

Pajak Kian Mencekik dengan Dalih Kesehatan

Pajak Kian Mencekik dengan Dalih Kesehatan

Oleh: Ninis ( Pemerhati kebijakan publik)

Dengan dalih untuk menekan resiko kematian akibat diabetes dan obesitas, Menkeu Sri Mulyani Indrawati berencana akan menarik cukai pada minuman manis. (CNBC Indonesia) Pemerintah mengklaim dengan menarik cukai, masyarakat akan mengurangi konsumsi  minuman manis, seperti minuman teh kemasan, kopi sachet, minuman karbonasi, energy drink. Entah apa korelasi antara cukai dan kesehatan. Sehingga mengambil solusi akan menarik cukai dari minuman tersebut. Serius kah untuk alasan kesehatan?

Jika pemerintah memang serius untuk mengurangi penyakit diabetes, harusnya ada langkah-langkah yang berhubungan dengan kesehatan, misalnya melakukan tindakan preventif dengan promosi atau edukasi makanan minuman yang sehat, mengawasi dan menetapkan standar keamanan makanan minuman, atau sampai berani menutup pabrik makanan dan minuman yang tidak halal dan thoyyib bagi kesehatan. Mengapa justru mengambil cukai dari produk tersebut? Ini terkesan aneh. Sejak kapan menteri keuangan mengurusi kesehatan. Benar peduli dengan kesehatan masyarakat ataukah sedang mencari pemasukan negara dari minuman tersebut?

Karena disinyalir cukai dari minuman berpemanis dengan gula atau pemanis buatan, ditargetkan mencapai Rp1,7 triliun. Produksi produk-produk yang akan dikenakan cukai seperti energy drink, kopi konsentrat, teh berkemasan, minuman berkarbonasi dan lain-lain mencapai ratusan juta sampai miliar liter per tahun. Masing-masing jenis produk akan dikenakan cukai bervariasi. Energy drink dan semacamnya Rp2.500 per liter, teh kemasan Rp1.500 per liter, dan minuman berkarbonasi Rp2.500 per liter. Jadi, harga ketiga jenis produk itu, apa pun nama atau mereknya, kelak akan naik di kisaran Rp1.500 sampai Rp2.500 per liter. (Vivanews.com)

Pajak sumber pemasukkan negara kapitalis

Hutang Indonesia terus meningkat plus bunganya, sehingga pemerintah berorientasi bagaimana menambah pemasukkan negara, termasuk mencari recehan dari cukai minuman manis. Dalam sistem ekonomi kapitalis, salah satu sumber pemasukan negara berasal  dari pajak. Rakyat kecil terus dipaksa membayar pajak dengan berbagai dalih dan ancaman. Sejatinya ini adalah pemalakan yang dilegalkan oleh negara.

Indonesia adalah negara kaya gemah ripah loh jinawi. Sebenarnya memiliki sumber pemasukan yang berlimpah dari hasil hutan, laut, batu bara, emas, nikel minyak, gas yang memiliki nilai tidak sedikit, dibanding mengumpulkan recehan dari cukai minuman manis.

Dari hasil produksi emas di Freeport saja mencapai 240 kg lebih emas per hari dari Papua. (CNBC Indonesia). (24/8/2019). Seharusnya dengan hasil tambang yang berlimpah ruah ini sudah cukup memberikan pelayanan kesehatan, pendidikan dan keamanan secara gratis. Namun itu sulit terwujud jika yang diterapkan sistem ekonomi kapitalis, dimana kepemilikan umum dan negara diberikan pada swasta ataupun asing.

Mampukah cukai menekan konsumsi gula?

Upaya keterlibatan pemerintah dalam menekan konsumsi gula ini sesungguhnya telah digagas oleh WHO (World Health Organization) sejak beberapa waktu lalu. WHO menganggap bahwa keterlibatan pemerintah dalam menerapkan cukai bisa menekan konsumsi minuman berpemanis ini sampai 20 %.( Merdeka.com)

Padahal dengan memberlakukan cukai bukan membuat rakyat menjadi sehat, justru semakin melarat karena harga jual naik.  Sehingga pasti menurunkan daya beli masyarakat. Ini berimbas pada  berkurangnya dan menghilangnya pendapatan pedagang asongan.

Sumber pemasukan negara dalam Islam

Dalam Islam sumber pemasukan tetap adalah Baitul mal berasal dari fa'i, ghanimah, jizyah, khoroj, anfal, usyur, khumus, rikaz, barang tambang serta zakat. Hanya saja, harta zakat khusus dikeluarkan untuk delapan ashnaf yang disebutkan dalam Al Qur'an. Selain harta zakat dibelanjakan untuk keperluan negara dan umat. Jika dari harta itu cukup untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan rakyat, maka cukup dengan harta itu saja. Karena memungut pajak adalah bersifat insidental saja. Jika tidak cukup, negara boleh memungut pajak (dharibah) atas kaum muslimin dari sisa nafkah ( kebutuhan hidup) mereka, serta dari harta orang kaya menurut ketentuan syariah. (Nizhom Iqthisody, Taqiyuddin An-Nabhani).

Haram bagi negara menarik pajak dengan cara menipu rakyat, dengan dalih kesehatan atau apapun. Cukuplah hadits Rasulullah Saw ini menjadi sandaran penguasa dalam mengurusi urusan rakyatnya:

“Siapa saja yang menjadi pemimpin yang tidur di malam hari sedang dia menipu rakyatnya maka Allah haramkan baginya surga.” (HR. Thabrani)

Sudah selayaknya kita kembali pada syariah Islam dalam bingkai khilafah. Hanya sistem Islam yang bisa berlaku adil dan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat dengan cara yang Ma'ruf. Tidak seperti sistem kapitalis yang terus berbuat zholim dengan kebijakan-kebijakan yang mencekik rakyat kecil namun ramah pada pemilik modal. Wallahu a'lam Bishowab.
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: