DEMOKRASI.CO.ID - Wabah virus corona di Indonesia telah menimbulkan korban yang tidak sedikit. Pada Senin (23/3), Indonesia telah mencatat ada 579 kasus virus corona, dengan angka kematian sebanyak 49 orang.
Banyak yang menyebut, secara prosentase, kematian kasus virus corona di Indonesia terbilang tinggi. Juga banyak sekali pertanyaan ‘mengapa angka kematian akibat Covid-19 begitu tinggi di Indonesia? Sampai 8 persen?’.
Spesialis Epidemiologi, dr. Dicky Budiman dalam sebuah wawancara televisi mengatakan, untuk angka kematian ini ada banyak faktor yang mempengaruhi.
“Ada banyak orang yang menganggap bahwa angka ini ketinggian atau masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Yang perlu dipahami bahwa pada fase awal dari setiap pandemi atau epidemi tentu angka kematian itu selalu tinggi,” ujar Dicky.
Mengapa selalu tinggi?
“Karena tentu belum banyak angka kasus temuan dari pasien atau tersangka yang kita testing. Dan untuk case fatality rate sendiri banyak faktor yang berpengaruh pada angka ini,” jelas Dicky.
Faktor itu di antaranya, selain fase epidemi yang masih awal, adalah variasi dari jumlah kasus terdeteksi. Lewat tes ini, hasilnya akan berbeda antar negara.
“Lalu faktor seleksi bios. Seleksi bios ini terjadi misalnya ketika dilakukan tes memang orang itu sudah dalam keadaan resiko tertentu, akhirnya angka tesnya akan positif dan dia ternyata dalam kondisi atau status yang berat sehingga menyebabkan kematian.”
Dicky mencontohkan seperti halnya Italia, CFR (case fatality rate) yang tinggi itu karena adanya AMR atau antimicrobial Resistance, di mana Italia merupakan salah satu negara tertinggi di Eropa untuk angka Antimicrobial Resistance.
“Yang menyebabkan sepertiga kematian di Italia karena ini, jadi ada banyak faktor dalam hal ini,” tegas Dicky.
Testing menjadi ukuran atau tolak ukur yang sangat penting untuk satu epidemi. Dengan adanya testing yang banyak inilah akhirnya akan menentukan lebih dekat atas kondisi realita yang terjadi.
“Jadi sekali lagi kalau saya sampaikan secara teori untuk fatality rate ini, banyak faktor berpengaruh. Lalu, ini yang sangat mempengaruhi, yaitu jumlah tes. Jumlah tes yang dilakukan oleh suatu negara, semakin sedikit ya semakin besar juga nanti angka CFR-nya. Tapi ketika dia semakin banyak seperti kasus testing yang dilakukan di Korea, itu akan semakin kita mendapat gambaran yang utuh,” jelas Dicky.
Semakin banyak estimasi dalam nilai atau angka, sesungguhnya dalam satu populasi untuk menilai status infeksi akan lebih nyata. (Rmol)