Oleh: Asyari Usman
Hebat. Pemerintah pusat pintar sekali. Kalau mau disebut licik sekali, masuk juga. Dua jempol. Desakan lockdown (kunci diri) nasional secara total tidak perlu ditanggapi. Bisa terjadi dengan sendirinya.
Dan gratis! Pemerintah pusat tak perlu keluarkan biaya.
Caranya? Mudah saja. Biarkan pemerintah lokal menghadapi situasi penyebaran Covid-19 apa adanya. Jumlah positif Corona di berbagai daerah bertambah dari hari ke hari. Di Jakarta, kenaikannya drastis.
Ditambah berita-berita yang menyeramkan dari Eropa, Asia, dan Amerika, rakyat di semua pelosok pun otomatis ketakutan. Karena kasus baru positif bertambah terus, pemerintah daerah tak punya pilihan. Harus memberitahu masyarakat bahwa pembatasan gerak terpaksa diberlakukan.
Tidak boleh ada keramaian. Tidak boleh ada yang berkumpul lebih dari sekian orang. Restoran, kafe, karaoke, dan tempat-tempat hiburan malam diminta tutup atau ditutup dengan sukarela. Di mana-mana dibuat ‘road block’ (penutupan jalan).
Satu per satu kawasan urban (perkotaan) mengambil prakarasa lockdown sendiri. Meskipun belum total. Jakarta sudah mengambil langkah yang mengaraha ke lockdown. Bandung, sedang memulai. Medan juga. Tegal bahkan ambil langkah drastis. Kota ini ditutup empat bulan. Tasikmalaya di Jawa Barat tak ketinggalan mengunci diri. Angkutan umum dari luar tidak boleh masuk. Papua sudah lebih dulu menutup pintu.
Jadi, masing-masing daerah tampaknya harus bertindak sendiri tanpa ada kebijakan lockdown nasional. Inilah cara memberlakukan lockdown nasional tanpa biaya pusat. Daerah demi daerah mengikuti efek domino Covid-19.
Bisakah lockdown gratisan ini berjalan? Hampir pasti tidak akan banyak masalah. Biar pun dampak local lockdown itu menyulitkan kehidupan, rakyat tetap mengikutinya. Sebab, semua orang dari semua latarbelakang merasa takut tertular Covid-19. Mereka akhirnya akan diam di rumah juga.
Banyak yang akan mengalami kepayahan ekonomi. Para pengendara ojol tak punya penumpang. Para pedagang asongan, penjual makanan keliling, warteg, para pedagang di pasar-pasar tradisional tak punya pembeli. Atau mereka sendiri ikut sukarela tidak berjualan, dlsb.
Sebagian pemerintah daerah pastilah akan memberikan bantuan. Tetapi, belum tentu mencukupi. (*)