logo
×

Senin, 16 Maret 2020

Jokowi Sentil Anies, Pengamat: Andai Pusat Tidak Nyeleneh, Tentu Antrean di Halte Busway Tidak Terjadi

Jokowi Sentil Anies, Pengamat: Andai Pusat Tidak Nyeleneh, Tentu Antrean di Halte Busway Tidak Terjadi

DEMOKRASI.CO.ID - Pembatasan layanan transportasi publik yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan turut menjadi sorotan Presiden Joko Widodo dalam jumpa pers di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (16/3).

Kebijakan Anies ini sempat dikritik sejumlah pihak lantaran terjadi penumpukan penumpang di sejumlah Halte Transjakarta dan Stasiun MRT DKI.

Jokowi menyentil dengan mengatakan bahwa pemerintah daerah harus tetap menyediakan transportasi publik sekalipun ada imbauan pembatasan aktivitas bekerja, belajar, hingga beribadah.

Namun demikian, mantan walikota Solo itu mengingatkan agar pengguna transportasi publik menjaga jarak dengan penumpang lain untuk menghindari penyebaran Covid-19.

Menanggapi itu, pengamat sosial politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun justru mengkritik gaya komunikasi pemerintah pusat yang sangat buruk dan arogan sejak awal Covid-19 menyebar di Wuhan.

“Di antara arogansi tersebut misalnya ada menteri yang menantang peneliti Harvard University untuk membuktikan ada corona di Indonesia. Kemudian ada menteri yang berkelakar nasi kucing kebal corona,” ujarnya, Senin (16/3).

Belum lagi kebijakan Jokowi yang nyeleneh dengan menggelontorkan dana sebesar Rp 72 miliar untuk menarik wisatawan di tengah pagebluk.

“Secara umum presiden lamban dan cenderung tertutup soal data korban Covid-19,” terangnya.

Akibat model komunikasi publik yang seperti itu masyarakat gamang menerima informasi dan gamang memilih sikap, maka sejumlah daerah juga lebih cepat bersikap, seperti yang dilakukan DKI Jakarta.

Menurutnya, andai pemerintah pusat tidak gamang dan nyeleneh, tentu antrean di Halte Busway pada hari ini tidak terjadi.

“Jadi kekacauan lalu lintas dan penumpukan manusia itu akibat kekacauan komando dan ketidaksinkronan kebijakan pemerintah terutama antar kementrian,” sambung direktur eksekutif Center for Social, Political, Economic and Law Studies (Cespels) itu.

Adapun dalam kebijakannnya, Anies Baswedan membatasi perjalanan transportasi umum di Jakarta, Transjakarta hanya beroperasi di 13 rute per hari ini. Sementara MRT hanya dibatasi 60 orang. Kebijakan ini diambil untuk mengantisipasi sebaran virus mematikan asal Wuhan, China itu secara masif. (rm)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: