DEMOKRASI.CO.ID - Profesor Musri Musman, peneliti ganja dari Universitas Syah Kuala (Unsyiah), Banda Aceh, Aceh, membuat heboh di tengah pandemi virus Corona (COVID-19). Musri meyakini ganja berpotensi menjadi obat penangkal virus Corona.
Musri menjelaskan ganja memiliki kandungan senyawa atau ekstrak bernama Cannabidiol atau CBD. CBD dinilai mampu menghentikan pengeluaran antibodi berlebihan.
Tak asal bicara, Musri mengatakan ada beragam penelitian yang mendukung keyakinannya. CBD, kata dia, bahkan telah diuji untuk mengobati penyakit paru-paru yang disebabkan oleh virus.
"Jadi ganja itu harus diekstrak dulu. Nah penelitian itu bukan satu, tapi ada banyak yang melakukan ada pada penyakit asma, herpes dan lain-lain," kata Prof Musri saat dikonfirmasi, Kamis (26/3/2020).
Musri menyebut, pada penyakit asma, herpes dan paru-paru, kandungan ekstrak ganja mampu mereduksi penyakit tersebut sehingga memberikan kesembuhan. Dia yakin pola kerja ekstrak ganja terhadap virus Corona juga akan sama seperti itu.
Apalagi, kata Musri, cara masuk virus Corona ke dalam tubuh serupa dengan penyakit paru-paru. Virus itu masuk ke dalam tubuh melalui saluran paru-paru yang kemudian menimbulkan penyakit pneumonia (radang paru-paru).
"Pola bekerja virus (Corona) seperti analogi kondisi orang yang mengalami asma, herpes, dan penyakit paru-paru," jelas dosen Unsyiah tersebut.
Musri mencontohkan, ketika virus seperti Corona masuk, maka pasien akan mengalami peradangan paru-paru. Akibatnya terjadi penumpukan dan pemecahan sel-sel yang disebut sitokin.
Nah, beberapa peneliti, kata Musri, mencoba mengobati pasien tersebut dengan kandungan ekstrak ganja. Hasilnya, CBD mampu menjadi anti peradangan dan anti inflamasi.
"Saya mengambil kesimpulan kalau CBD pada penyakit tersebut bisa melakukan anti inflamasi, mengapa tidak pada kasus Corona," bebernya.
Contoh lainnya penelitian terhadap penyakit herpes. Musri mengatakan, dalam penelitian itu, diketahui virus yang menyebabkan penyakit herpes sangat cepat membelah diri ketika berada di dalam tubuh penderita. Hal itu serupa dengan yang terjadi pada kasus virus Corona.
Cepatnya virus herpes membelah diri pun mengakibatkan inflamasi. Musri menjelaskan akibat inflamasi tersebut menyebabkan perangsangan antibodi yang berlebihan sehingga mengakibatkan kegagalan pada organ khusus.
Dalam penelitian itu, Musri mengungkapkan CBD mampu mengendalikan pintu masuk virus ke dalam sel. CBD juga menunjukkan kemampuannya sebagai pengendali dari sistem imun yang aktif secara berlebihan yang menyebabkan peradangan dan kegagalan organ.
"CBD yang diuji pada kasus itu ternyata mampu menghentikan pengeluaran antibodi yang berlebihan pada sistem imun. Saya menganalogikan kondisi itu karena sama dengan kasus yang terjadi pada Corona," jelas Musri.
Kendati demikian, Musri belum meneliti sendiri kemampuan ekstrak ganja untuk mengobati COVID-19. Sebab, larangan penggunaan ganja di Indonesia mengganjal penelitiannya. Namun, dia berpedoman terhadap hasil penelitian yang sudah dilakukan terhadap sejumlah penyakit.
"Saya berasumsi dengan keyakinan terhadap hasil kajian yang prosedurnya terpenuhi maka kita bawa ke kasus Corona. Berdasarkan informasi yang ada cara masuknya (virus Corona) juga sama seperti cara masuk penyakit paru-paru," ujarnya.
Lebih lanjut, Musri menjelaskan, bahwa kandungan ekstrak ganja terdapat pada daun, bunga dan biji ganja. Cara penggunaannya pun tak bisa sembarangan.
Dia mengatakan, untuk mengobati penyakit, ekstrak ganja tersebut diminum. Musri tidak menyarankan ganja untuk diisap.
"Jadi untuk mengobatinya tidak dengan menghisap ganja, tadi memberikan ekstrak minyaknya," bebernya.(dtk)