DEMOKRASI.CO.ID - Pemerintah menugaskan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (LBME) memimpin konsorsium untuk membuat vaksin anti Covid-19. Sebab lembaga ini diketahui punya fasilitas, kemampuan, pengalaman, dan minat untuk itu. Tugas ini diberikan sepekan setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan dua kasus pertama pasien Coivd-19 pada 2 Maret lalu.
"Di Eijkman kami sedang mengembangkan vaksin malaria, hepatitis, dengue. Dari bakterilogi sedang mengembangkan vaksin untuk penyakit paru paru juga," kata Direktur LBME Prof Amin Soebandrio kepada tim Blak-blakan detik.com di ruang kerjanya, Selasa (24/3/2020) sore.
Jika mengikuti arahan WHO pembuatan vaksin harus selesai dalam waktu 18 bulan ke depan. Namun Amin berharap dalam waktu setahun pihaknya sudah bisa mendapatkan bibit vaksin untuk diserahkan ke industri (Bio Farma) untuk proses produksi lebih lanjut. "Kan perlu ada uji klinis terbatas, uji klinis luas, dan sebagainya. Itu yang akan dilakukan oleh industri," ujar doktor bidang Immunogenetics dari Universitas Osaka, Jepang itu.
Berdasarkan pengalaman saat terjadi wabah Flu Burung pada 2003-2004, ia melanjutkan, Indonesia memang harus mempunyai kemampuan dan kemandirian dalam membuat vaksin terutama vaksin pandemik. Karena walaupun banyak negara yang membuatnya, tapi ketika terjadi pandemik negara produsen biasanya akan membatasi penjualan. Mereka akan memprioritaskan produk vaksinnya untuk kebutuhan warganya sendiri.
Kalau pun kemudian bersedia menjual, dipastikan harganya akan berkali lipat dari harga dalam kondisi normal. Amin mencontohkan, bila WHO menetapkan harga vaksin untuk imunisasi massal misalnya satu dolar per dosis, saat terjadi pandemik harganya mungkin bisa 10 kali lipatnya.
Nah kalau Indonesia penduduknya 260 juta, dan harus mengimunisasi 150 juta orang saja. Setiap orang disuntik dua kali, kita perlu 300 juta dosis dikalikan 10 dolar. Bila sekarang 1 dolar sudah Rp 17 ribu, berarti anggaran negara yang harus disiapkan mencapai RP 51 triliun," papar Amin Soebandrio.
Tak cuma akan membebani keuangan negara, bila tak membuat vaksi sendiri proses imunisasi juga diperkirakan baru akan selesai dalam beberapa tahun. Sebab kapasitas produksi vaksin dunia saat ini hanya sekitar 8-10 juta dosis perminggu. Andai Indonesia hanya diberi satu juta dosis perminggu, untuk mengimunisasi 150 juta warga butuh 300 minggu atau 6 tahun.
Selain membuat vaksin, Eijkman kini setiap hari menguji sekitar 150 sampel warga yang diduga terpapar virus corona. Hasilnya, kata Amin Soebandrio, rata-rata ada 10 sampel yang positif mengidap Covid-19.
Selengkapnya, saksikan Blak-blakan Direktur LBM Eijkman Prof Amin Soebandrio, "Bikin Vaksin Menghemat Duit Negara" (dtk)