DEMOKRASI.CO.ID - Indonesia akan kembali menerima uang pinjaman 300 juta dolar Amerika Serikat atau setara Rp 5 triliun dari World Bank di tengah wabah virus corona atau Covid-19.
Direktur Eksekutif Center for Social, Political, Economic and Law Studies (Cespels), Ubedilah Badrun mengatakan, dengan disetujui pinjaman itu, semakin menunjukkan ekonomi di Indonesia semakin anjlok.
"Tujuan pinjaman tersebut jelas juga diakui Kementrian Keuangan untuk mendukung upaya pemerintah Indonesia mereformasi sektor keuangan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang saat ini stagnan melempem dan anjlok," ucap Ubedilah Badrun kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (23/3).
Apalagi, kata Ubedilah, pandemik Covid-19 pun membuat ekonomi semakin terpuruk. Sehingga, dengan pinjaman uang tersebut menunjukkan pemerintahan Presiden Jokowi mengakui ketidakmampuannya mengelola ekonomi.
"Apalagi Covid-19 seperti Tsunami yang makin membuat ekonomi Indonesia terpuruk yang memang sebelumnya sudah memburuk. Tambah pinjaman itu maknanya Ekonomi Indonesia sedang anjlok," pungkasnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Luky Alfirman mengatakan, beragam upaya telah dilakukan pemerintah dalam beberapa tahun terakhir untuk untuk memperkuat sektor keuangan, khususnya pengawasan keuangan dan pengelolaan di masa krisis.
"Sekarang, percepatan reformasi lebih lanjut untuk meningkatkan efisiensi dan inklusi tanpa mengabaikan stabilitas diperlukan untuk membiayai kurangnya infrastruktur dan memperluas peluang ekonomi bagi individu dan usaha di Indonesia,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima redaksi, Senin (23/3).
Menurutnya, pinjaman untuk mendukung kebijakan pembangunan akan memberikan bantuan anggaran bagi agenda reformasi Indonesia di tiga bidang kebijakan utama.
Pertama, menambah ukuran sektor keuangan Indonesia dengan memperluas jangkauan, produk pasar keuangan dan memobilisasi tabungan jangka panjang. Hal ini akan meningkatkan ketersediaan dana dan akses terhadap peluang keuangan bagi individu dan perusahaan.
Kedua, meningkatkan efisiensi sektor keuangan dengan menjadikan praktik keuangan lebih transparan, andal, dan berbasis teknologi.
Hal ini akan menguntungkan baik individu maupun perusahaan dengan membantu menyalurkan tabungan untuk peluang investasi paling produktif dengan cara yang lebih murah, lebih cepat, dan lebih aman,” jelas Luky.
Ketiga, memperkuat ketahanan sektor keuangan untuk menahan guncangan dengan memperkuat kerangka kerja resolusi, mempromosikan praktik keuangan berkelanjutan dan membangun mekanisme keuangan risiko bencana. (Rmol)