DEMOKRASI.CO.ID - Dunia terperangah menyaksikan korban yang terinfeksi kasus Coronavirus di Korea Selatan bisa mencapai seratus lebih dalam waktu sehari. Pada 18 Februari, jumlah kasus Covid-19 masih di angka 31. Enam hari kemudian melonjak menjadi 763, dan Presiden Moon Jae-in langsung sigap menyatakan bahwa Korea Selatan dalam keadaan status siaga level tertinggi.
Sekolah diliburkan selama tiga minggu. Aktivitas keagamaan dilarang, bukan hanya gereja sekte Shincheonji yang menjadi sarang penyebaran, tapi juga gereja lain dan agama lain termasuk Islam. Kegiatan lain yang menarik massa tidak diperbolehkan seperti aksi demonstrasi yang biasanya terjadi di depan istana. Konser BTS di Seoul yang akan diselenggarakan pada April pun ikut dibatalkan.
Begitu ada satu orang yang terkonfirmasi terinfeksi, orang-orang yang kontak dengannya langsung dihubungi dan diminta untuk self-quarantine. Satu orang yang terinfeksi kemungkinan bisa mencapai 180 orang yang berinteraksi dengannya hingga sebelum ia terdeteksi. Minimal dua puluh persen dari 180 orang yang dianggap paling riskan misalnya keluarga dekat, petugas apotik dan dokter klinik yang memeriksa akan dites apakah positif terpapar virus SARS-CoV-2 atau tidak.
Setelah menelusuri riwayat kontak, otoritas kesehatan juga menelusuri rekam jejak tempat-tempat yang dikunjungi. Tempat si terinfeksi bekerja langsung ditutup dan disterilisasi. Begitu juga tempat makan, coffee shop, pusat perbelanjaan atau bahkan pangkalan militer yang dikunjungi ditutup dan disterilisasi. Ditambah lagi dengan moda transportasi yang digunakan: naik bus atau subway berikut dengan jam-jamnya. Sangat detail.
Dari penelusuran tempat yang dikunjungi, pemerintah langsung mengirimkan SMS emergency alert secara serentak, memberitahukan ada kasus baru dengan riwayat tempat-tempat yang dikunjungi. Orang-orang yang kebetulan mengunjungi tempat-tempat tersebut diminta untuk karantina diri, dan bila menunjukkan gejala-gejala demam diminta untuk segera tes Covid-19.
SMS emergency alert ini punya dering bunyi yang sangat khas. Bikin kaget apalagi kalau pas ngumpul-ngumpul terasa seperti alarm kebakaran berbunyi. Isi pesan ditulis dalam bahasa Korea. Buat orang asing yang tidak fasih dalam bahasa Korea bisa menggunakan app Papago untuk menerjemahkan isi pesan. Kalau mau dapat terjemahannya lebih lengkap lagi bisa mengunjungi laman Facebook Global Village Center.
SMS emergency alert berupa pemberitahuan kasus baru hanya ditujukan bagi orang-orang yang tinggal sekota dengan yang terinfeksi.
Selain menelusuri potensi penyebaran, penelusuran bagaimana seseorang yang terinfeksi bisa terpapar Coronavirus juga ditegakkan. Otoritas kesehatan akan berusaha mencari tahu hubungan kasus yang baru dengan kasus-kasus sebelumnya: apakah memiliki riwayat perjalanan ke negara-negara yang terpapar Coronavirus atau hubungan kekeluargaan, bisnis, dan bahkan sesama pengikut sekte Shincheonji.
Itu baru satu orang yang terinfeksi. Dalam sehari Korea Selatan mencapai rekor tertinggi sebanyak 571 kasus baru. Mengalahkan rekor Cina dalam sehari. Betapa banyak uang yang dikucurkan dan sumber daya manusia yang dikerahkan untuk pemetaan riwayat kontak dan tempat yang dikunjungi, melakukan tes terhadap orang-orang yang potensi terpapar virus, sterilisasi, mengobati dan merawat pasien baru dan yang belum tersembuhkan.
Tidak heran, Korea Selatan langsung mengembangkan alat test kit untuk mengetahui seseorang terinfeksi Coronavirus dalam waktu 6 jam. Tenda-tenda untuk screening Covid-19 langsung didirikan di tiap-tiap kota. Saat ini sedang dikembangkan klinik drive thru untuk mengecek apakah seseorang telah terjangkiti virus SARS-CoV-2 atau tidak. Orang yang diduga terinfeksi tidak perlu turun dari mobil dan hanya membuka kaca jendela mobil seperti layaknya memesan makanan cepat saji melalui drive thru. Petugas kesehatan hanya mengambil sampel dari orang yang terinfeksi dengan memakai seragam khusus yang menutup seluruh badannya kecuali mata.
Bahkan pemerintah Korea Selatan juga memberikan perlindungan kesehatan bagi tenaga kerja asing baik yang terdaftar dan maupun yang tidak terdaftar (ilegal). Pemerintah menjamin pelayanan kesehatan dari mulai tes Covid-19, konsultasi, pengobatan, dan perawatan tanpa dikenakan pungutan apapun. Sesuatu yang tidak akan mungkin dilakukan oleh pemerintahan Trump.
Pada titik ini, Korea Selatan menjadi banchmark keberhasilan penanganan kasus Coronavirus, mengalahkan Jepang. Menurut pernyataan Direktur Korea Central for Disease Control atau Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, Jeong Eun Kyeong, "Coronavirus tidak akan meruntuhkan Korea. Hingga hari ini, 28 Februari Korea telah melakukan pengecekan tes Covid-19 sebanyak 46 ribu. Negara tetangga, Jepang hanya melakukan tes 1800 orang. Di US tes Covid-19 hanya dilakukan kurang dari 426 orang. Ditambah lagi, seseorang yang ingin melakukan tes diharuskan membayar sebesar 1600 dolar dengan uang sendiri."
"Tidak ada asuransi yang membiayai tes ini termasuk juga di Jepang. Di Korea, pemerintah membiayai keseluruhan tes dan bila positif terinfeksi, pemerintah akan menanggung keseluruhan biaya untuk pengobatan dan perawatan. Apakah kalian mengerti mengapa Korea memiliki begitu banyak kasus yang terjangkiti virus SARS-CoV-2 dan walaupun tampaknya membuat Korea menjadi negeri yang berbahaya, sebaliknya negeri ini menjadi yang tempat yang paling aman dari terjadinya penularan penyakit?"
Ribuan kasus yang terkonfirmasi Covid-19 menunjukkan betapa bersungguh-sungguhnya pemerintah Korea Selatan menjaga kesehatan warganya walaupun pada saat yang sama membuat industri pariwisatanya terpukul, iklim investasinya memburuk, serta industri manufaktur, otomotif, dan telekomunikasinya terhempas bebas. Korea Selatan berani mengambil risiko yang mengancam perekonomian nasionalnya, sementara di Indonesia langkah ini terasa berat.(dtk)