DEMOKRASI.CO.ID - Wacana pemerintah untuk memulangkan warga negara Indonesia bekas anggota ISIS dari Irak dan Suriah bergitu ramai dibicarakan saat ini. Presiden Jokowi dengan tegas menolak hal itu.
Turut angkat bicara juga adalah mantan anggota teroris jaringan Alqaeda, Muhammad Sofyan Tsauri. Dia bahkan mengingatkan pemerintah dan masyarakat Indonesia agar hati-hati karena mereka bisa saja bisa mengulangi perbuatnnya. Dia mengatakan mereka bisa berbohong demi kepentingan mereka sendiri untuk pulang ke Indonesia.
"Saya kira dengan kekalahan ISIS bisa saja mengubah mindset mereka. Selama ini kan mereka PD bahwa mereka kelompok yang ditolong oleh Allah, kelompok yang selama ini akan mendapat kemenangan ternyata tidak," ujar Sofyan, Kamis(6/2/2020) seperti dikutip dari teropongsenayan.
Pria yang juga aktif menulis buku tentang terorisme ini menuturkan, mantan teroris yang dipulangkan kembali oleh negara bisa dipastikan akan mengulangi perbuatan yang sama. Dia mencontohkan bagaimana dua orang anggota teroris yang pernah dipulangkan ke Indonesia namun kemudian justru berulah kembali di negara lain.
Dua orang yang dimaksud Sofyan adalah Rullie Rian Zeke alias RRZ dan Ulfah Handayani Saleh alias UHS yang merupakan anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Pada awal 27 Januari 2019, dua warga Makassar itu melakukan bom bunuh diri di Gereja Katolik, Pulau Jolo Filipina yang menewaskan 22 orang dan 100 orang luka-luka.
Menurut Sofyan, pemerintah bisa belajar dari kasus yang pernah dialami negara belum lama itu.
"Jangan salah, ada beberapa returni dari Turki yang kemarin dipulangkan ke Indonesia, saya sempat ketemu dengan mereka 2017. Mereka pulang ke Sulawesi, dan di Sulawesi mereka malah terbang ke Filipina dan melakukan bom bunuh diri pada 2019 awal," paparnya.
Sofyan juga menerangkan, taqiyah ala teroris jamak mereka lakukan untuk melindungi diri mereka saat berada dalam tekanan. Teroris akan mengambil strategi itu untuk mengelabui pemerintah masuk ke Indonesia yang kemudian berujung pada perencanaan jahat.
"Kadang ada yang pura-pura sadar, karena sifatnya pragmatisme atau oportunisme, mereka memanfaatkan itu biar bisa pulang padahal kepalanya udah merencanakan yang enggak-enggak," jelas dia.
Karena itu, pemerintah diminta sigap melakukam scanning jika masih berencana memulangkan warga negaranya yang pernah bergabung dengan ISIS.
Pemerintah, lanjut Sofyan, perlu membuat instrumen melalui pertanyaan-pertanyaan itu bisa menjebak mereka atau bisa mengetahui kadar radikalisme seseorang.
"[Memang] secara normatif mereka setia, tetapi perlu ada identifikasi bahwa ini kategorinya jujur atau tidak," ujarnya.