DEMOKRASI.CO.ID - Menyikapi Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang rencananya akan disahkan oleh DPR, mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) akan menggelar aksi penolakan. Demonstrasi tersebut dilakukan karena mahasiswa menilai sejumlah aturan dalam RUU tersebut bermasalah.
"Kami juga akan konsolidasi-konsolidasi lagi, dan besar kemungkinannya kita akan aksi lagi, turun ke jalan. Ini menjadi salah satu tuntutan kita yang belum selesai ke depan, reformasi dikorupsi, terkait dengan produk legislasi yang bermasalah," ujar Ketua BEM Universitas Indonesia Fajar Adi Nugroho di Kantor Walhi Nasional, Jakarta pada Kamis (20/2/2020).
Rencana aksi unjuk rasa tersebut, kata Fajar, merupakan tindak lanjut dari aksi mahasiswa sebelumnya yang bertajuk #Reformasi Dikorupsi di gedung DPR pada September 2019 lalu. Ketika itu, tuntunan mahasiswa di antaranya menolak Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP), menolak RUU KPK dan agar DPR segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Meski begitu, Fajar mengatakan pihaknya belum bisa memastikan waktu aksi tersebut, karena saat ini beberapa kampus masih melakukan konsolidasi internal.
"Beberapa kampus di Jabodetabek sudah ada seperti Trisakti mereka masih menyebarkan kuesioner kepada mahasiswa terkait, bagaimana perspektifnya. UGM juga lagi diskusi dan arahannya memang kita lagi mengkonsolidasikan permasalahan-permasalahan di RUU Ciptaker," kata dia.
Sementara di lokasi yang sama, Koordinator Hubungan Antar Lembaga Sentra Gerakan Buruh Nasional (SGBN) Akbar Rewako mengatakan, buruh dan mahasiswa akan menyatukan gerakan untuk menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
Bahkan, kata dia, buruh dan mahasiswa yang ada di sejumlah daerah seperti di Jabodetabek, Yogyakarta, Makassar sudah mulai melakukan konsolidasi untuk melakukan aksi unjuk rasa menolak RUU Omnibus Law.
"Jadi buruh sudah konsolidasi, mahasiswa juga udah, teman-teman di lingkungan juga sudah konsolidasi, tinggal menyatukan konsolidasi yang ada untuk aksi untuk bisa menghadang UU Cilaka di Omnibus Law itu, tidak ada jalan lain," kata Akbar.