DEMOKRASI.CO.ID - Rancangan Undang-undang Cipta Kerja yang kini masuk ke meja DPR RI dinilai cacat secara administratif lantaran tak mengikutsertakan wartawan dalam pembahasan.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum Aliansi Jurnalistik Independen (AJI), Abdul Manan menanggapi Omnibus Law yang berisi 1244 pasal dari 79 undang-undang dalam RUU Ciptaker. Di dalamnya, terdapat pula revisi sejumlah pasal dalam Undang-Undang 40/1999 tentang pers.
"Ketika UU Omnibus Law dilakukan rahasia, memunculkan pertanyaan, ini mau buat UU atau merencanakan kejahatan?" tegas Abdul Manan saat melakukan Konferensi pers di Gedung Dewan Pers, Selasa (18/2).
"Kita melihat ada nuansa konspirasi kejahatan. Kan hanya orang mau merampok dan melakukan kejahatan yang melakukan secara sembunyi-sembunyi," sambungnya.
Salah satu subtansi kemerdekaan pers adalah rezim self regulation. Pers diberi kewenangan merumuskan aturan dan mengatur dirinya sendiri tanpa ada campur tangan dari pemerintah.
Itulah mengapa ketentuan-ketentuan dalam UU 40/1999 tidak diturunkan dalam bentuk PP yang notabene merupakan produk pemerintah, melainkan dalam bentuk Peraturan Dewan Pers.
Dengan kata lain, lanjut Manan pers diberi kewenangan merumuskan aturan dan mengatur dirinya sendiri tanpa ada campur tangan dari pemerintah.
Namun RUU Ciptaker yang antara lain mengubah pasal 18 UU Pers memuat usulan pemerintah dapat ikut mengatur melalui Peraturan Pemerintah.
"Jadi kalau pemerintah memasukkan klausul itu, sama dengan campur tangan lagi urusan pers. Itu kan seperti mengembalikan sejarah orde baru. Itu harus kita lawan," tandasnya.