logo
×

Rabu, 19 Februari 2020

Solusi Setengah Hati Atasi Stunting?

Solusi Setengah Hati Atasi Stunting?

Oleh: Nahdoh Fikriyyah Islam/ Dosen dan Pengamat Politik

Direktur  Jenderal Penanganan Fakir Miskin (Dirjen PFM) Kementerian Sosial (Kemensos), Andi ZA Dulung berharap  Program Sembako dapat membantu kurangi permasalahan stunting di Indonesia. Menurut Dirjen PFM, cara pemerintah mengurangi stunting melalui Program Sembako adalah dengan memberikan pilihan bahan pangan yang dapat dibeli oleh keluarga penerima manfaat (KPM) sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan dengan memperhatikan gizi. Menurutnya, pemerintah terus menerus memperbaiki keadaan, makanya program ini pun ditambahkan dengan program pencegahan stunting dengan macam-macam kombinasi gizi. Dalam kunjungan di e-Warong tersebut, Dirjen PFM menjelaskan bahwa KPM diberikan kebebasan dalam membelanjakan bantuan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan agar KPM menjadi bahagia.  Dirjen PFM melarang para KPM agar tidak membeli barang yang tidak diperbolehkan, contohnya rokok. Jika diketahui ada KPM yang dapat membeli barang tersebut, maka sanksipun akan diberikan kepada e-Warong yang menjualnya.

Disampaikan Dirjen PFM, indeks bantuan pada Program Sembako mengalami peningkatan dari program sebelumnya yaitu Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT). Sebelumnya KPM  diberikan bantuan sebesar Rp110 ribu per bulan tiap KPM namun dengan beralih menjadi Program Sembako, KPM diberikan bantuan sebesar Rp.150 ribu per bulan tiap PM. Selain itu, Dirjen PFM berpesan agar KPM yang memiliki usaha agar dapat didorong untuk semakin meningkatkan usahanya dengan diberikan modal tambahan. Dengan diberikan bantuan tersebut, diharapkan KPM tidak perlu lagi menerima bantuan dan menjadi mandiri. (mediaindonesia.com. Senin 07/02/2020).

Kinerja pemerintah di rezim Jokowi kelihatannya memang banyak kemajuan dan perkembangan. Apalagi kemajuan di bidang istilah dan petugas birokrasi. Kini ada Dirjen FPM. Yang bertugas memberikan sembako kepada PM (Pakir Miskin). Sebelumnya, tidak pernah terdengar ada Dirjen FM sebelum masalah stunting setinggi belakangan ini. Melalui Dirjen PFM, kementerian social berharap dapat menangani masalah stunting dengan salah satu cara program sembako dan BPNT (Bantuan Pangan Non-Tunai). Akankah solusi ini jitu? Penyelenggaraan Program Sembako dan BPNT ini bisa dikatakan bekerja setengah hati dalam mengurusi rakyat. Kenapa?

Pertama, program Sembako atau sembako murah untuk Fakir Miskin sudah bertahun-tahun di lakukan. Yang ada bukan mengurangi angka kemiskinan, justru banyak yang merasa miskin dan layak menerima sembako murah. Hingga memang terkadang, penyaluran sembako murah tidak tepat sasaran. Mereka yang sangat membutuhkan tidak kebagian karena diambil dahulu oleh mereka yang sebenarnya masih mampu. Jika tujuannya untuk memperbaiki keadaan, mana yang sudah berhasil diperbaiki untuk kasus kemiskinan? Stunting berawal dari kemiskinan bukan?

Kedua, peningkatan jumlah indeks BPNT dari 110 menjadi 140 dianggap sebagai usaha sungguh-sungguh membantu rakyat FM untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarganya. 150/bulan? Dapat apa ya? Dulu masa SBY masih ada BLT 300/kk, kini 150/kk. Bukankah ini semakin jauh dari yang diharapkan? Sementara semua harga dibandingkan zaman SBY,  meroket sejadi-jadinya di zaman Jokowi. Sudah banggakah pemerintah memberi 150/KK untuk FK? Dan diharapkan mampu memenuhi kebutuhan gizi keluarganya? Jika anaknya 5-6? Belum lagi kasus bantuan non tunai banyak masalah pencairan di lapangan. Solusikah ini?

Ketiga, bagi PKM yang sudah memiliki usaha, akan diberikan bantuan pemerintah untuk terus mengembangkan usahanya dan mandiri. Hingga tidak perlu menerima bantuan lagi dari pemerintah. Pertanyannya adalah, apakah bantuan itu gratis tanpa kredit dan bunga? Dan adakah bantuan modal itu akan didapatkan seluruh keluarga FM? Bagaimana dengan data keluarga FM di seluruh Indonesia, sudahkah rampung? Lebih dari 40% penduduk Indonesia di bawah garis kemiskinan. Bahkan Bank Dunia memperkirakan, 115 juta masyarakat Indonesia adalah kategori miskin. Mendekati 50% bukan? Adakah mereka semua akan menerima bantuan modal? Harusnya kalau mengurus rakyat itu harus betul-betul ikhlas dan jujur. Jangan setengah-tengah hati.

Sudah bukan satu lagi cara-cara teknis yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan kasus stunting. Namun tidak menyentuh pada akar masalah stunting tersebut. Bahkan program konyol mengharuskan tiap rumah tangga agar memiliki ternak ayam demi mengatasi stunting pun sudah disarankan. Memangnya kalau makan telur dan ayam terus kasus stunting akan otomatis selesai?

Tingginya kasus stunting tentu karena tingginya angka kemiskinan yang melanda rakyat Indonesia. Pendapatan 11.000/hari dianggap penghasilan yang menengah. Oh my God! Beli telur saja sudah 2500/biji. Kalau punya 5 anak? Cukupkah 1 biji? Sayur, minyak, buah, susu, dan lainnya bagaimana? Yang punya penghasilan 1juta/bulan pun dengan satu anak jelas masih kurang. Kenapa? Karena mahalnya harga bahan-bahan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Semakin tinggi harga, semakin masyarakat tidak mampu beli, maka akan semakin naik angka stunting.

Angka kemiskinan yang melanda negeri kaya raya ini bukan serta merta alami. Tetapi lebih kepada kesalahan dalam pengelolaan. Kesalahan mengambil ideologi dan hukum yang diberlakukan di tengah-tengah masyarakat. Ideologi kapitalis yang menjerat bangsa besar ini telah berhasil membuat penduduknya bisa kelaparan di lumbung padi, bisa kegelapan di lumbung energi dan minyak serta gas, juga bisa tidak punya rumah di 13000 pulau yang dimiliki negeri ini. Tetapi yang punya duit satu orang bisa membeli pulau. Ironis!

Masuknya investor asing yang dilegalkan melalui UU telah membuat tanah dan seisinya tergadai dan jadi anggunan hutang. Jerat hutang meililit negeri ini, keran impor yang semakin deras, dan pekerja asing kian lancar masuk. Pengusaha dari kalangan asing masuk ke Indonesia, barang LN laris, barang lokal anjlok. Pekerja asing datang, lalu pribumi terpangkas haknya memperoleh pekerjaan. Sekolah terus menerus didirikan tetapi alumnusnya bingung mau kerja kemana. Perusahaan lokal banyak gulung tikar dan menambah angka pengangguran. Sumber daya alam dijual dan jadilah budak asing di negeri sendiri. Punya tanah, air, gas dan lainnya melimpah, tetapi hanya bisa menelan ludah saja.
Selama kapitalisme dijadikan sebagai diadopsi Negara, maka pengangguran akan terus meningkat, stunting juga menganga. Walhasil, program sembako  hanya solusi tambal sulam. Sebab program sembako juga musiman bukan? Dan tidak menyentuh seluruh FM. Kesannya pemerintah ingin menuntaskan stunting, tetapi setengah hati.

Jika bersandarkan pada hukum Islam, makanan khususnya kebutuhan pokok adalah kewajiban utama Negara untuk menyediakannya murah dan terjangkau harganya bagi masyarakat. Tidak boleh ada monopoli pasar, dan menyetok barang yang selalu dilakukan oleh  pasar kapitalis menjadi salah satu penyebab harga pangan selangit. Masyarakat akan di dorong melakukan usaha-usaha perkebunan dan pertanian yang hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat. Para lelaki akan diberikan lapangan kerja seluas-luasnya demi memenuhi kewajibannya di keluarga.

Kemudian zat dan gizi makanan juga sangat diperhatikan pemerintah. Bukan seperti sistem kapitalis, pokoknya apapun zatnya dan meski tak bergizi bebas beredar. Pasar sembako tidak akan ada dalam pemerintahan Islam. Karena harga murah sembako bukan saja hak FM, tetapi hak seluruh warga Negara dalam Islam.

Semua bisa terjadi jika tidak ada hutang LN yang menggunung, tidak ada investor asing yang menjerat, dan juga tidak boleh menjual aset Negara (SDA). Semua wajib dikelola mandiri oleh pemerintah. Pertanian yang akan menghasilkan sayuran, dan buah-buahan juga akan disediakan dalam negeri dan tidak perlu impor. Sebab akan tersedia dan diupayakan produksinya jika dibutuhkan rakyat oleh Negara. Negara juga akan menggalakkan sedekah , infak dan waqaf . Juga memberlakukan jizyah serta mengelola zakat. Harta masyarakat dan kas Negara (baitul mal) akan beredar dan produktif. Begitulah Islam mengatur pengelolaan Negara dengan benar dan jelas dalam mengatasi kemiskinan yang sistemik. Jika kemiskinan yang sistemik tuntas, stunting dan kasus miris lainnya dapat teratasi dengan bijaksana. So, sekali lagi, jangan setengah hati jika memberi solusi. Wallahu a’alam bissawab.
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: