logo
×

Rabu, 19 Februari 2020

Sebut Ada di Apartemen Mewah, KPK Minta Haris Azhar Beberkan Detail Info Nurhadi, “Kalau Anda Punya Itikad Baik”

Sebut Ada di Apartemen Mewah, KPK Minta Haris Azhar Beberkan Detail Info Nurhadi, “Kalau Anda Punya Itikad Baik”

DEMOKRASI.CO.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau kepada Direktur Lokataru Foundation, Haris Azhar, untuk membeberkan pengetahuannya soal keberadaan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi, yang masih buron.

Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri mengatakan, pihaknya belum bisa memastikan kebenaran pengakuan Haris Azhar, yang menyebut Nurhadi berada di sebuah apartemen mewah dengan penjagaan ketat.

“Bahwa NH (Nurhadi) ada di sebuah tempat di Jakarta di apartemen mewah dengan penjagaan ketat, kami belum bisa konfirmasi itu,” ucap Ali Fikri, Rabu (19/2).

Sehingga KPK berharap Haris Azhar bisa kembali datang ke KPK untuk membuka semua informasi soal keberadaan Nurhadi yang telah ditetapkan sebagai buronan.

“Tentunya kami berharap Haris Azhar bisa membeberkan secara terbuka, datang lagi ke KPK. Sampaikan di mana tempatnya, siapa yang melakukan penjagaan,” kata Ali.

Hal itu perlu dilakukan supaya tidak terjadi polemik di tengah-tengah masyarakat terkait keberadaan Nurhadi.

“Tentunya kalau ada itikad baik, Haris Azhar akan menyampaikan itu. Kami perlu juga sampaikan bahwa penetapan DPO itu melalui prosedur hukum yang kami lakukan di KPK,” pungkas Ali.

Diketahui, KPK telah menetapkan tiga tersangka yakni Nurhadi; menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono (RHE); dan Hiendra Soenjoto (HS) masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) lantaran telah mangkir beberapa kali saat dipanggil untuk diperiksa.

Dalam kasus ini, ketiga tersangka tersebut diduga telah melakukan suap terkait pengurusan perkara yang dilakukan sekitar tahun 2015-2016 dan melakukan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas.

Nurhadi, melalui Rezky, diduga telah menerima janji dalam bentuk sembilan lembar cek dari PT MTI serta suap atau gratifikasi dengan total Rp 46 miliar untuk sebuah penanganan perkara Peninjauan Kembali (PK).

Uang suap itu diduga digunakan untuk memenangkan HS dalam perkara perdata terkait kepemilikan saham PT MIT.
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: