logo
×

Sabtu, 22 Februari 2020

Ramai Kritikan Gegara Omnibus Law Salah Ketik

Ramai Kritikan Gegara Omnibus Law Salah Ketik

DEMOKRASI.CO.ID - Polemik draft omnibus law Cipta Kerja yang salah ketik masih bergulir. Ramai-ramai sejumlah politikus dan ahli melempar kritik ke RUU Cipta Kerja itu.

Ada kesalahan ketik pada Pasal 170 dimana Peraturan Pemerintah (PP) disebut bisa mengubah Undang-Undang (UU). Staf khusus Presiden, Dini Purwono menyatakan Pasal 170 RUU Cipta Kerja salah konsep atau misunderstood instruction. Istana masih menerima dengan terbuka banyak masukan dari masyarakat.

Menurut Dini, RUU-nya kini sudah bisa diunduh dari website Kemenko Perekonomian. Masyarakat bisa bersama-sama mengawal RUU ini, memberikan masukan.

"Yang jelas ini kan masih RUU. Pembahasan di DPR juga belum dimulai. Masih banyak waktu untuk perbaikan selama proses pembahasan. Wajar saja kalau masih ada hal-hal yang tidak sempurna dalam draft karena memang beban Tim Kemenko cukup berat. Harus melakukan koordinasi dengan 31 K/L dan melakukan perbaikan pasal-pasal dari 79 UU," ujar Dini kepada detikcom, Jumat (21/2/2020).

Pernyataan Dini disambut oleh Fraksi PPP DPR RI. Sekretaris Fraksi PPP Achmad Baidowi menilai pernyataan misunderstood instruction menunjukkan komunikasi internal pemerintah tidak profesional.

"Pernyataan bahwa Pasal 170 RUU Cipta Kerja seperti salah konsep/misunderstood instruction menunjukkan tata komunikasi yang amatiran, tidak profesional. Hal tersebut menunjukkan ketidakprofesional tim pemerintah dalam menyusun draf RUU. Sejak awal kami meminta pemerintah hati-hati dan cermat dalam menyusun draf RUU," kata Baidowi.

Baidowi meminta pemerintah menjelaskan secara resmi perihal kekeliruan pengetikan Pasal 170 RUU Cipta Kerja kepada DPR. Sebab, DPR, menurut dia, meragukan alasan salah ketik tersebut.

"Karena kalau disebut salah ketik, kok meragukan, karena bukan hanya satu kata tapi beberapa ayat. Berarti ada sesuatu yang bermasalah dalam komunikasi di internal tim pemerintah. Sebaiknya Istana fokus terhadap perbaikan draf daripada berpolemik di publik yang justru semakin menunjukkan ketidakprofesionalan stafsus Istana," tegasnya.

Kritik ke RUU Cipta Kerja yang salah ketik juga datang dari Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia (UI) Prof Hikmahanto. Dia menganggap, apabila memang ada salah konsep maka drafter RUU tersebut tidak secara tuntas memahami apa yang dicanangkan dan diinginkan Jokowi saat memunculkan ide omnibus law.

"Bila Omnibus Law Cika (Cipta Kerja) menjadi Undang-undang dan ditegakkan maka apa yang diinginkan oleh Presiden akan benar-benar terwujud di masyarakat," ujar Hikmahanto.

Partai Gerindra juga ikut menyoroti. Gerindra mencermati adanya salah ketik dalam draf Pasal 170. Sekjen Gerindra, Ahmad Muzani meminta pemerintah melakukan perbaikan terhadap salah ketik di draf tersebut. Usai perbaikan, pemerintah dapat mengembalikan draf tersebut kepada DPR.

"Jadi saya pikir pemerintah ya kalau memang salah ketik ya segera diperbaiki. Saya berharap pemerintah segera memperbaiki salah ketik itu dimana supaya ada pembetulan dan diajukan susulan," ujar Muzani.

Sementara itu, terlepas dari polemik salah ketik, Presiden Jokowi mempersilakan masyarakat menyampaikan kritik dan saran terhadap RUU Cipta Kerja. Dia menjamin pemerintah dan DPR terbuka terhadap masukan warga.

"Sepanjang belum disahkan menjadi UU, masyarakat dapat menyampaikan kritik dan saran atas RUU ini. Tapi saya minta agar draf aturan tersebut dipelajari terlebih dahulu dengan saksama," kata Jokowi.

Jokowi juga buka suara soal salah ketik PP disebut bisa mengubah UU. Menurut dia, hal itu tidak mungkin.

"Ya nggak mungkin (UU bisa diubah dengan PP). Artinya apa? Pemerintah bersama DPR dan selalu terbuka ini masih terlalu awal mungkin masih tiga bulan, mungkin masih empat bulan baru selesai atau lima bulan baru selesai. Ya kan kita ingin terbuka baik DPR maupun kementerian-kementerian terbuka untuk menerima masukan masukan," ujar Jokowi.(detik.com)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: