DEMOKRASI.CO.ID - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menekankan gejolak ekonomi global yang digadang-gadang pemerintah terus terjadi pada 2019 dan akan berlanjut pada 2020 bukanlah biang kerok dari melambatnya ekonomi Indonesia.
Wakil Direktur Indef, Eko Listiyanto menjelaskan, selama ini keterbukaan ekonomi nasional terhadap ekonomi global relatif terbatas. Porsi ekspor barang dan jasa tidak lebih dari 20 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
"Kita enggak banyak terbuka dari asing jadi kalau narasinya global sebabkan ekonomi melambat, mungkin (pemerintah) kesulitan cari analisa lain," kata Eko dalam sebuah diskusi di ITS Tower, Jakarta, Kamis, 6 Februari 2020.
Selain itu, Eko melanjutkan, investasi asing langsung atau foreign direct investment (FDI) baru setiap tahunnya juga tidak cukup tinggi, hanya 2,65 persen terhadap PDB pada 2019. Sedangkan, porsi penanaman modal asing (PMA) baru setiap tahunnya terhadap keseluruhan investasi tidak lebih dari 10 persen.
"Data-data tersebut dapat menyimpulkan bahwa kekuatan ekonomi Indonesia justru berada di sisi domestik, sehingga tidak ada alasan untuk tumbuh rendah selama komponen domestik bisa dipacu," tegasnya.
Karena itu, dia menilai, problematika utama rendahnya pertumbuhan ekonomi pada 2019 sebesar 5,02 persen secara tahunan lebih disebabkan pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang melambat pada kuartal IV-2019.
Selain itu, konsumsi kelas atas bahkan rata-rata hanya tumbuh 3,57 persen selama lima tahun terakhir padahal porsi dalam total pengeluaran mencapai 45,36 persen.
Sementara itu, rata-rata pertumbuhan pengeluaran kelompok berpengeluaran sedang memang masih menjadi yang tertinggi namun hanya menyentuh 6,06 persen dengan porsinya dalam total pengeluaran 36,93 persen. Sedangkan kelompok berpengeluaran bawah tumbuh hanya 5,21 persen dengan porsinya 17,71 persen. [vvn]