DEMOKRASI.CO.ID - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mengkritisi draf Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja (Cika). Sebab, sejumlah pasal dalam RUU tersebut akan menghapuskan beberapa aturan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Sebut saja pasal yang mengatur izin Amdal dalam UU 32/2009, yakni Pasal 24-Pasal 29. Dalam beleid tersebut izin Amdal menjadi syarat pendirian usaha. Akan tetapi, dalam RUU Omnibus Law Cika, izin tersebut hanya menjadi faktor pertimbangan.
Komisi Penilai Amdal yang menguji kesesuaian Amdal pun dihapus dalam RUU Cika tersebut. Kepala Departemen Advokasi Eksekutif Nasional Walhi Zenzi Suhadi menyayangkan, jika kemudahan dalam berusaha yang diatur omnibus law justru makin memperparah lingkungan.
“Kita kan mau menghentikan perusakan lingkungan. (Tapi) Komisi Penilai Amdal dan pihak independen ini dihapuskan dalam kajian,” katanya di kantor WALHI, Jakarta, Kamis (20/2).
Di samping soal izin Amdal, WALHI juga menyoroti ketentuan dumping limbah. Dalam Pasal 61 UU 32/2009 disebutkan dumping limbah hanya dapat dilakukan dengan izin dari menteri, gubernur, dan atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
“Sekarang (di Omnibus Law) boleh orang membuang limbah B3 ke laut kalau ada izin dari pemerintah,” tambahnya.
Kemudian terkait gugatan administrasi yang diatur dalam Pasal 93 UU 32/2009, maka dalam RUU Omnibus Law pasal ini dihapuskan. “Setiap warga negara Indonesia itu bisa untuk mengajukan gugatan karena setiap orang mempunyai hak menyelamatkan lingkungan (di UU 32/2009). Di RUU ini dihapuskan, yang diberikan ruang untuk mengajukan itu hanya yang terdampak langsung,” jelasnya.
Melihat banyaknya pasal-pasal yang berpotensi memperparah kerusakan lingkungan, Zenzi pun mempertanyakan komitmen pemerintah dalam menjaga sumber daya alam dan hak-hak rakyat. “Hampir seluruh pasal-pasal di draf RUU ini tidak layak dibahas oleh orang yang waras. Kalau kita lihat itu RUU di luar logika,” pungkasnya.