DEMOKRASI.CO.ID - Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan penghentian 36 perkara di tahap penyelidikan dinilai blunder.
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo mengatakan, sebuah perkara di tahap penyelidikan merupakan suatu hal yang memiliki banyak ketidakpastian.
Sehingga ketika ketidakpastian tersebut disampaikan kepada publik justru menjadi sebuah masalah tersendiri buat KPK.
"Akhirnya banyak tuntutan lebih lanjut yang membuat Mas Ali (Jubir KPK) juga kelabakan harus menjelaskan 36 kasus penyelidikan itu apa saja," ucap Adnan Topan Husodo saat diskusi Crosscheck bertajuk "Dear KPK, Kok Main Hapus Kasus?" di Upnormal Coffee di Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (23/2).
Kata Adnan, ketika ketidakpastian tersebut disampaikan kepada publik, maka publik akan terus mempertanyakan kasus apa yang dihentikan oleh KPK.
"Ini yang kemudian justru melampaui satu tingkat yang berhubungan dengan transparansi. Maksudnya kan ini lebih terbuka lebih transparan, tapi menjadi blunder karena ini penuh dengan ketidakpastian gitu," kata Adnan.
Seharusnya, sambung Adnan, KPK hanya mengumumkan penghentian sebuah perkara di tahap penyidikan yang sudah jelas ada terduga tersangka dan terkait kasus apa. Hal itu sesuai dengan UU KPK baru yang memberikan ruang kepada untuk menghentikan penyidikan jika tidak dapat mendapatkan alat bukti kuat dalam waktu dua tahun.
"Nah, yang bisa dibuka itulah yang bisa disampaikan. Nah kalau sekali dibuka kemudian besoknya ditutup lagi, ini kan masyarakat jadi nanya lagi, kok kemarin KPK buka kok sekarang diam-diam lagi, ada apa ini?” tutupnya. (Rmol)