Ket Foto: Guru SMPN 1 Turi jadi tersangka insiden 'Susur Sungai'/Net
MASALAH kelalaian dan keteledoran bukan kriminal. Apabila benar guru yang lalai dalam kasus viral “Susur Sungai” yang menyebabkan korban para siswa SMPN 1 Turi, Sleman, Yogyakarta dibotaki, sungguh tuna adab! Mengapa Saya katakan tuna adab? Memang benar-benar tuna adab!
Si pelaku pembotakan terhadap guru atau yang memberi peritah pasti sosok “setengah manusia”. Mengapa saya katakan demikian? Entah terbuat dari apa tangan, isi otak, dan isi hati seorang pemberi perintah atau pelaku pembotakan terhadap guru-guru yang lalai dan khilaf dalam kasus susur sungai.
Seorang pendidik dan penulis buku, Ade Chairil Anwar mengatakan, “Sebagai manusia, tentu khilaf dan lupa mereka perlu kita maafkan. Kita akui ada korban jiwa dalam peristiwa itu, tapi memperlakukan mereka (baca: pendidik) tak ubahnya seperti maling, sungguh tak manusiawi”.
Komentar Nzank Kartiwa seorang guru muda berprestasi dan pernah belajar di Australia sebagai utusan dari Disdik Provinsi Jawa Barat mengatakan, “Guru tersebut silakan untuk diadili sesuai pelanggarannya, tapi akan terlihat berbudaya dan beretika tatkala guru itu tidak digunduli seperti itu”.
Cecep Taufiq Mubarak Yusuf seorang guru milenial menyatakan, sebelum ada vonis bersalah dari pengadilan siapa pun termasuk penyidik tidak bisa menentukan seseorang bersalah atau tidak. Bersalah dan tidak bersalah adalah otoritas hakim di pengadilan. Baginya pembotakan para guru itu sungguh melanggar etika.
Sejumlah komentar yang sangat menyayangkan dugaan tindakan “pembotakan” terhadap guru mulai viral. Oknum jenis apa yang tega membotaki para guru? Adakah oknum penegak hukum yang tak punya etika memperlakukan seorang guru yang khilaf dan lalai sama persis dengan perilaku kriminal sekelas begal?
Mari seluruh guru Indonesia memberikan dukungan moral kepada guru yang diperlakukan bagai begal, pencuri motor dan pemerkosa. Di mana pun dan kapan pun, warga negara bahkan guru yang lalai dan melakukan kebodohan tidak harus diperlakukan tak terhormat. Ia manusia yang lalai dan tak berniat jahat!
Bangsa biadab adalah bangsa yang memuliakan koruptor, namun membotaki guru yang lalai karena sebuah kegiatan yang niatnya baik. Kegiatan pramuka itu kegiatan yang baik, bedakan dengan kelalaian dan keteledoran. Bedakan antara begal motor dengan guru yang lalai.
Sekali lagi, bila benar ada guru yang dibotaki, tanpa alas kaki dengan baju pesakitan layaknya begal sungguh ngeri dan sadis! Ngeri melihat, sejumlah orang menyaksikan saat petugas menggiring tiga orang yang dibotaki, kaki telanjang, dan baju pesakitan. Benarkah dalam video viral itu ketiganya ada gurunya?
Sesadis-sadisnya bangsa kafir Quraisy dan peradaban kuno, tidak ditemukan bukti memperlakukan guru sedemikian tak adab. Sungguh Ibu Pertiwi akan menangis dan kebathinan guru akan terkoyak, memberontak bila guru yang khilaf dan lalai disamakan dengan begal motor! Hukum dan pengadilan itu harus ditegakan dengan baik.
Namun di atas hukum dan pengadilan mesti hadir etika, keadilan, dan pemandangan elok bagi publik. Apakah tiga orang pendidik dan pembimbing pramuka yang dibotaki, kaki telanjang, baju pesakitan bagi mata publik pantas dan layak? Jangan sakiti perasaan publik dan profesi guru.
Kita ketahui pascakejadian peristiwa susur sungai, Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Prof. Dr. Unifah Risyidi, langsung proaktif terjun ke lapangan didampingi ahli hukum LKBH PGRI Dr. KH. Wahyudi. Prof Unifah melihat langsung dan memberikan bantuan hukum bagi para guru yang terlibat.
Hak guru dalam perlindungan hukum harus dadapatkan sesuai UURI No 14 tahun 2005 dan sebagai hak warga negara. Melihat saat ini ada “pembotakan” pada guru, dalam twitternya Prof. Unifah terlihat marah dan bahkan mengancam turun ke jalan.
Bila Prof. Unifah memerintahkan para guru bersatu turun ke jalan demi membela kehormatan guru, bahaya!
Upaya penegakan hukum kepada guru tidak disamakan dengan begal. Guru bukan begal! Kelalaian guru dalam kegiatan pramuka bukan perilaku begal. Kehormatan guru mesti ditegakan dengan adil saat penegakan hukum ditegakan.
Dudung Nurullah Koswara
Ketua Pengurus Besar PGRI