logo
×

Sabtu, 29 Februari 2020

Cerita Pilu Korban Ricuh India: Rumah Dibakar, Ibu Berusia 85 Tahun Tak Kuasa Diselamatkan

Cerita Pilu Korban Ricuh India: Rumah Dibakar, Ibu Berusia 85 Tahun Tak Kuasa Diselamatkan

DEMOKRASI.CO.ID - Rasa getir serta sesal teramat dalam masih dirasakan Mohammed Saeed Salmani, warga terdampak kericuhan yang terjadi di India. Bukan harta benda yang tidak bisa diselamatkan yang dia sesali.

Penyesalan terbesar Salmani adalah tidak bisa menyelamatkan ibunya, yang berusia 85 tahun, saat sekelompok masa diduga dari umat Hindu secara tiba-tiba mendatangi desa mereka, Desa Gamri, dan memporakporandakan lingkungan tempat tinggal Salmani dan warga lainnya.

Berderai airmata, Salmani menceritakan secara detail runutan kejadian yang merenggut nyawa ibunya tersebut kepada media, the scroll.in. Sekadar informasi, Desa Gamri, adalah sebuah desa yang terletak di Aspur Tehsil, distrik Dungarpur, Rajasthan, India.

Saat itu, sekitar tengah hari pada tanggal 25 Februari, ketika Mohammed Saeed Salmani keluar rumah membeli susu untuk keluarganya, ia menerima telepon dari putranya yang lebih muda. Massa bersenjata sekitar 100 orang nampak mulai memasuki jalur menuju Gamri. Sekira sekitar 1,5 km dari Khajuri Khas di Delhi.

Mereka membakar toko-toko dan rumah-rumah. Rumah empat lantai milik Salmani sekeluarga juga dibakar. Ketika Salmani hendak berangkat menuju rumahnya, ia ditahan tetangganya. “Mereka mengatakan terlalu berbahaya, saya bisa dibunuh, dan saya harus menunggu saja karena apa yang terjadi sudah terjadi,” kata pria berusia 48 tahun itu.

Sementara sebagian besar keluarganya selamat dari pembakaran itu, ibunda Salmani yang bernama Akbari, berusia berusia 85 tahun, justru meregang nyawa dalam kebakaran di lantai tiga rumah mereka. Bangunan itu sendiri terbakar, termasuk bengkel menjahit keluarga di dua lantai pertama. Salmani mengklaim bahwa massa juga menjarah usahanya dan membawa kabur uang sebesar 8 lakh Rupee. Selain itu, semua perhiasan keluarga yang disimpan di gedung juga dibawa kelompok beringas ini. “Aku tidak punya apa-apa lagi, aku nol,” katanya kepada Scroll.in.

Menunggu situasi mereda, Salmani akan memakamkan ibunya di desa mereka di distrik Meerut, dan juga berencana untuk mengajukan laporan informasi pertama terhadap para pelaku pembakaran yang tidak diketahui.

‘Ibuku Sudah Tua, Tak Bisa Lari’

Rumah empat lantai milik Salmani adalah salah satu dari beberapa rumah yang menjadi sasaran massa untuk pembakaran. “Keluargaku mengunci diri, tetapi gerombolan itu membobol gerbang dan mulai menjarah dan membakar segalanya,” kata Salmani, yang mendengar kabar kericuhan ini melalui telepon dari putranya.

Keluarga Salmani termasuk ibunya Akbari, istrinya, dua putri dan dua putra tinggal di rumah yang sekaligus dijadikan tempat usaha menjahit. Putranya yang lebih tua tinggal di lantai empat gedung bersama istrinya, dan pasangan itu tidak ada di rumah ketika pembakaran terjadi – mereka berada di rumah sakit karena menantu perempuan hamil Salmani sedang melahirkan.

“Dia melahirkan seorang bayi perempuan hari ini (Rabu), satu hari setelah kami kehilangan segalanya,” kata Salmani.

Ketika gerombolan massa membakar bengkel jahit Salmani di dua lantai pertama gedungnya, keenam buruh yang bekerja di sana berlari ke atas. Ketika kobaran api berangsur-angsur meningkat, seluruh keluarga dan para pekerja dipaksa untuk pergi ke atap, yang juga dipenuhi dengan asap.

“Ibuku sudah tua dan tidak bisa berlari atau mengatasi semua asap, dia meninggal di rumah. Jika aku ada di sana, mungkin aku akan bisa membawanya ke atap,” tambahnya.

Keluarga Salmani terjebak di atap selama satu jam, dengan asap terus mengepul di sekitar mereka. Dari atap, mereka merekam video kebakaran di daerah sekitarnya. Dalam satu video, mereka dapat didengar mengatakan, “Lihat, Jai Shri Ram waale telah kembali”. Mereka akhirnya dibawa turun dari atap oleh polisi, yang membawa mereka ke kantor polisi Usmanpur, di mana Salmani akhirnya dapat menemui mereka. “Polisi butuh 2,5 jam untuk mencapai daerah kami setelah kekerasan dimulai,” kata Ismail.

“Mereka berhasil membubarkan gerombolan itu untuk sementara waktu, tetapi gerombolan itu tidak takut pada polisi, mereka hanya pergi di jalur lain dan terus menyerang rumah,” tambahnya.

Pecahnya Kericuhan di Gamri

Gamri di dekat Khajuri Khas adalah salah satu dari banyak daerah di seluruh Timur Laut Delhi yang diguncang oleh kekerasan setelah bentrokan pecah atas Amendemen Undang-Undang Kewarganegaraan.

Bentrokan antara pendukung dan penentang UU dimulai pada Minggu malam dan meningkat dari hari Senin dan seterusnya setelah massa meneriakkan “Jai Shri Ram” menyerang beberapa lingkungan Muslim dengan batu, lathis dan pembakaran.

Penduduk Muslim yang cukup eksisten di Gamri mengatakan kepada Scroll.in bahwa daerah mereka sejauh ini mendapat sedikit perhatian dari polisi dan media sejauh ini. Pada Selasa malam, ketika ancaman serangan lebih banyak oleh kelompok Hindutva, semua warga Muslim di daerah itu harus segera mengungsi membawa kebutuhan dasar. Mereka mencari perlindungan ke rumah kerabat dan teman di bagian lain wilayah Delhi.

“Kami tidak tahu kapan kami akan bisa kembali, dan saya tidak berpikir kami akan dapat terus tinggal di daerah itu di masa depan,” kata Sohail Ismail (nama diubah), salah seorang warga berusia 30 tahun, dari Gamri.

Masjid dan Alquran Dibakar

Menurut Ismail, Gamri sebagian besar dihuni oleh umat Hindu, dengan sekitar 90 atau 100 rumah Muslim dan satu masjid yang disebut Masjid Aziziya ada di daerah ini. Kekerasan di daerah itu pertama kali dimulai pada Senin malam, 24 Februari, ketika sekitar 200 Muslim dari berbagai bagian Delhi melewati daerah itu setelah mengikuti doa tahunan Ijtema Kasabpura yang diadakan setiap Februari di sebuah masjid di Karol Bagh.

“Orang-orang ini sedang dalam perjalanan pulang menuju Loni, dan ketika mereka mencapai daerah Khajuri, ada sekitar 100 hingga 150 orang Hindu menyerang mereka dengan batu dan lathis,” kata Ismail.

Akibatnya, sekitar 200 Muslim mencari perlindungan di Masjid Aziziya Gamri, tempat mereka menginap sepanjang malam. Saat fajar pada tanggal 25 Februari, kata Ismail, penduduk Muslim setempat membantu mereka keluar dalam kelompok kecil berdua atau tiga.

Kemudian pagi itu, sekitar pukul 10.45 pagi, Ismail mengklaim kelompok massa lebih besar kembali datang. Mereka meneriakkan “Jai Shri Ram” dan slogan-slogan anti-Muslim, dan mulai menyerang orang-orang dan rumah-rumah dengan batu dan bom bensin.

“Ini berlangsung selama lebih dari dua jam, di mana mereka juga menghancurkan Masjid kami, merusak semua yang ada di dalam dan membakar Quran kami,” kata Ismail.

Kata Ismail, toko medis lokal, toko roti dan perusahaan lain di daerah itu juga dibakar. “Mereka mencoba membakar seorang pria Muslim juga, tetapi dia diselamatkan oleh keluarga Hindu setempat,” tandasnya.

Sementara itu, Ismail mengklaim bahwa tetangga dan teman Hindu mereka terus memanggil mereka dan memperingatkan mereka untuk tetap tinggal di dalam rumah. Sekitar pukul 4 sore pada hari Selasa, beberapa Muslim dari Gamri memberanikan diri untuk berbicara dengan personil polisi.

“Polisi mengatakan kepada salah seorang Muslim dari daerah saya bahwa massa akan bertambah besar dan polisi tidak memiliki pasukan untuk menahan mereka, jadi kita semua harus pergi untuk keselamatan kita,” kata Ismail, yang kemudian mengumpulkan semua keluarganya, dokumen identitas dan pergi ke rumah kerabatnya.

“Semua Muslim telah pergi dari sana, dan pembaruan yang kami dapatkan dari tetangga Hindu kami adalah bahwa massa masih berkeliaran,” tutupnya.
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: