DEMOKRASI.CO.ID - Pemindahan Ibu Kota Negara Baru ke Kalimnatan Timur bukan berarti bencana banjir hilang sama sekali. Sebab, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada 30 kejadian banjir yang berdampak di Kabupaten Paser Penajam Utara dari tahun 2010-2019.
"Tidak ada korban meninggal di 2013 di (Kabupaten) Penajam Paser Utara, yang ada di Kabupaten Paser Tanah Grogot. Tiga rumah hancur di 2018," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan, Agus Wibowo, Selasa (18/2/2020).
Ia menjelaskan bahwa Kabupaten Paser Penajam Utara (PPU) memang memiliki potensi kerawanan terjadinya bencana banjir sesuai sifat dan kondisi masing-masing kecamatan.
"Potensi kerawanan bencana banjir akan semakin besar jika intensitas curah hujan tinggi atau ekstrem dan terlebih lagi ketika pada saat yang bersamaan kondisi air laut dalam keadaan pasang tinggi," katanya.
Berdasarkan pengamatan BNPB, penyebab terjadinya banjir yang terjadi di Desa Bukit Subur karena badan sungai terjadi pendangkalan, banyaknya kelokan dan adanya sampah yang berlebihan, sehingga menghambat aliran sungai.
Sedangkan untuk Kelurahan Riko, disamping intensitas hujan tinggi juga karena secara geografis berada pada dataran rendah, terdapat sungai besar, yaitu Sungai Riko dan kondisi akan diperparah manakala kondisi air laut pasang tinggi.
Saat ini Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur itu sedang terjadi banjir, akibatnya ada ratusan warga dan jembatan yang jebol.
"Jembatan yang terbuat dari kayu dan gundukan tanah hampir putus akibat banjir, saat ini tidak dapat dilewati motor dan mobil karena derasnya arus, tanah yang jadi landasan jembatan terkikis dan jebol," ujarnya.
Agus menyebutkan, ada 115 kartu keluarga atau 379 jiwa terdampak, dengan rincian di Desa Bukit Subur wilayah tersebut. (wartaekonomi)