DEMOKRASI.CO.ID - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta berancang-ancang membentuk panitia khusus atau pansus untuk menyoal keseriusan Pemerintah Provinsi dan sang Gubernur Anies Baswedan dalam menangani bencana banjir yang sudah terjadi berjilid-jilid.
Rencana itu sesungguhnya telah mengemuka pada awal tahun menyusul banjir besar pada 1 Januari 2020. Tetapi kali ini tak main-main, terutama karena Ibu Kota sudah empat kali kebanjiran, hanya dalam waktu dua bulan terakhir. Banjir yang termutakhir, 25 Februari, benar-benar dahsyat: sebanyak 294 RW dari total 2.738 RW di Jakarta kebanjiran, 5 orang tewas, 3 orang hilang, dan lebih dari 19 ribu warga Jabodetabek mengungsi. Padahal malapetaka itu disebut-sebut tanpa sumbangsih air kiriman dari Bogor alias murni dari air hujan di Jakarta saja.
Fraksi Partai Amanat Nasional menjadi salah satu pengusul pansus itu, juga disetujui partai-partai lain. Termasuk dua partai utama penyokong Anies Baswedan, yakni Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Gerindra, yang ikut mendukung pansus.
Sebagai salah satu alat kelengkapan DPRD yang bersifat sementara, pansus itu ditengarai intrik politik belaka untuk menghabisi Anies. Kubu pengusul meyakinkan bahwa pembentukan pansus murni untuk mencari solusi. Sebab, sudah diketahui umum, masalah utama Ibu Kota sejak dahulu kala adalah banjir, juga macet. Tetapi mereka menganggap Anies tak berbuat apa-apa untuk mencegahnya.
Dicurigai upaya pemakzulan
DPRD, sebagaimana juga DPR RI, sebenarnya tak hanya berwenang membentuk pansus untuk membahas isu atau permasalahan tertentu, melainkan juga dapat membuat panitia kerja (panja) dengan tugas yang hampir serupa. Namun, ada semacam kebiasaan bahwa pansus lebih bersifat politis, sementara panja lazimnya untuk sarana evaluasi dan perbaikan.
Mengapa DPRD memutuskan membentuk pansus? Dalam perbincangan dengan tvOne pada Selasa malam, pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago berpendapat, karena lazim dipakai sebagai sarana politis, pansus sering dicurigai sebagai manuver politik untuk menuju pemakzulan alias impeachment seorang kepala daerah. Pansus untuk mengadili Anies, katanya, bisa saja diarahkan untuk pemakzulan sang gubernur, meski prosesnya panjang dan berliku-liku. Bahkan akan cenderung sia-sia saja. Sejauh ini memang tak ada gubernur Jakarta yang dimakzulkan oleh DPRD.
Namun, Pangi menangkap isyarat lain dari pembentukan pansus itu, yakni menjatuhkan elektabilitas Anies. Dia mengamati, sebagian pihak mulai mengelus-elus Anies sebagai kandidat presiden dalam pemilu tahun 2024. Mungkin saja tak semua yang setuju pembentukan pansus bermaksud begitu. Tapi, katanya, "kalau ada yang mau men-downgrade [Anies Baswedan], itu wajar saja; ada keinginan itu, pasti ada."
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, salah satu pengusul pansus, menepis terang-terangan kecurigaan intrik politik untuk menjatuhkan Anies. DPRD murni ingin mencari solusi atas masalah kuno Jakarta itu sekalian ingin mengingatkan sang Gubernur akan visi dan misinya memimpin Ibu Kota.
Seorang anggota Fraksi PDIP DKI Jakarta, Jhony Simanjuntak, menganggap Anies Baswedan mulai mengalami disorientasi alias kesamaran arah/tujuan. Anies, katanya dalam forum yang sama dengan Pangi, tentu memahami bencana banjir selalu melanda Jakarta setiap tahun, tetapi sang Gubernur lebih sibuk dengan proyek-proyek untuk mempercantik kota seperti revitalisasi trotoar, atau rencana penyelenggaraan balapan mobil listrik Formula E.
"Beliau lebih banyak mengurusi masalah yang beutifikasi," katanya, mengacu pada ungkapan pelesetan Anies Baswedan-Sandiaga Uno untuk mempercantik Jakarta sebagai tuan rumah Asian Games 2018.
Pemerintah pusat, kata Jhony, sudah menunjukkan keseriusan untuk mengatasi masalah banjir tahunan itu dengan mengajak kerja sama DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten menormalisasi sungai-sungai besar yang melintasi ketiga wilayah. Jakarta diharapkan yang memimpin koordinasi karena sungai-sungai itu lebih banyak menjadi masalah bagi Ibu Kota. "Tapi Pak Anies," katanya, "menjawabnya dengan berdebat; dia [malahan] sampaikan naturalisasi (sebagai tandingan program normalisasi)."
Jhony meminta Anies maupun Pemerintah tak khawatir dan mencurigai macam-macam pembentukan pansus itu. Forum itu kelak tak hanya akan menuntut keseriusan Anies tetapi juga mengundang para pakar di bidang masing-masing yang saran dan masukannya akan sangat bermanfaat sebagai solusi. Lagi pula, dia mengingatkan, "tidak menuntup kemungkinan banjir ini karena ada semacam kelalalain dari Gubernur."
Pansus atau panja, menurut Jhony, tak perlu dipersoalkan. Kalau memang dirasa lebih bernuansa politis, dia berdalih bahwa itu wajar saja karena DPRD maupun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sama-sama lembaga politik. Maka wajar jika Dewan menanggapinya secara politis.
PKS siap membela
Fraksi PKS sebenarnya belum secara bulat mendukung pembentukan pansus itu, meski tak mempermasalahkan andai DPRD menyepakatinya. Dani Anwar, anggota Fraksi PKS, mengamini bahwa pansus memang hal biasa dan tak ada yang perlu dikhawatirkan. Kalau memang untuk kebaikan rakyat Jakarta, PKS tak keberatan mendukungnya.
Namun, dia mewanti-wanti agar forum itu jangan sampai ditunggangi atau dibelokkan untuk kepentingan politis. "Menjadi masalah kalau arahanya itu bersifat politis, misalnya, impeachment." Sebagai partai utama penyokong Anies, PKS akan membela sang Gubernur dari upaya apa pun untuk mengganggu kinerja Pemerintah Provinsi.
"Kami PKS akan berada di barusan terdepan untuk menghadapi pihak-pihak yang mempolitisasi persoalan banjir ini," ujarnya.
Jhony segera mengingatkan PKS agar tak risau dengan pembentukan pansus. Bagi PDIP, pemakzulan Gubernur ibarat jauh panggang dari api; artinya, pembentukan pansus sama sekali tak diniatkan untuk menjatuhkan Anies. Kalau PKS terus menerus mengembangkan kecurigaan-kecurigaan itu, menurut Jhony, partai pendukung Anies seolah dikejar bayangannya sendiri.
Jhony meyakinkan, pansus dibentuk semata untuk membenahi Jakarta, terutama mencari pemecahan masalah banjir. Sebab, yang terjadi sekarang Jakarta seolah tak putus dirundung banjir.
Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi bahkan mengaku geram dengan Jakarta yang selalu banjir setiap musim hujan. Dia bahkan menganggap situasi Jakarta sekarang bukan lagi kebanjiran, “Jakarta sudah tenggelam." Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus terbuka dengan pemerintah pusat dan menanggalkan ego sektoral, seolah mau dikerjakan sendirian.
Gubernur Anies masih bungkam
Saat ditanya mengenai pansus banjir yang sedang digulirkan DPRD, Gubernur Anies tak mau menjawab. Anies justru buru-buru pergi dari lokasi acara peletakan batu pertama atau groundbreaking Museum Internasional Sejarah Nabi dan Perdaban Islam di Pantai Ancol Timur, Jakarta Utara.
Padahal sebelumnya di tempat yang sama, Anies telah mengakui bahwa banjir yang melanda Jakarta memang terjadi secara berulang pada awal tahun ini. Tapi Anies mau fokus pada penanganan dampak bencana terhadap masyarakat. Pembahasan tentang sebab banjir, hingga upaya antisipasi, baru akan dibahas jika penanganan bencana yang dialami masyarakat sudah tuntas.
"Saya memang berada di lapangan terus. Jadi saya sampaikan pada semua, izinkan saya bekerja, bersama rakyat dulu sekarang, bersama warga," ujar Anies di Ancol, Jakarta, Rabu, 26 Februari 2020.
Anies mengungkapkan, sejak banjir kembali menerjang Jakarta pada Senin dini hari, 24 Februari 2020, dia selalu berada di lapangan. Anies memang belum berdiskusi tentang upaya pencegahan banjir di Balai Kota.
"Kita itu terus di lapangan, bersama dengan warga. Karena sampai tadi pagi, itu masih banyak genangan-genangan," ujar Anies.
Anies juga mengemukakan, jika bencana sudah usai, serta warga juga sudah dipastikan tidak menderita karena banjir lagi, dia siap berbicara tentang upaya penanganan banjir. Menurut Anies, banjir sendiri saat ini mulai surut di berbagai titik setelah genangan, pada puncaknya terjadi di lebih dari 290 rukun warga.