DEMOKRASI.CO.ID - Omnibus law RUU Cipta Kerja (Ciptaker) terus memicu penolakan dari berbagai kalangan. Kali ini, Forum Buruh Kawasan (FBK) Pulogadung ikut memberikan suara penolakan terhadap RUU yang diyakini akan menyengsarakan buruh dalam negeri ini.
Dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi pada Minggu (23/2), Koordinator FBK Pulogadung, Hilman Firmandyah menuntut pemerintah dan DPR RI untuk membatalkan RUU Ciptaker.
Ada sembilan alasan kuat untuk menolak RUU ini dalam keterangan tersebut. Di antaranya RUU ini akan menghilangkan upah minimum, menghilangkan pesangon, membuat outsourcing bebas diterapkan, dan kerja kontrak tanpa batasan waktu.
Selain itu waktu kerja akan eksploitatif, tenaga kerja asing (TKA) buruh kasar berpotensi bebas masuk ke Indonesia, mudahnya PHK, jaminan sosial terancam hilang, hingga hilangnya sanksi pidana bagi pengusaha nakal.
Hal tersebut dapat dilihat dari sembilan aturan yang menjadi substansi RUU Ciptaker, yakni penyederhanaan perizinan berusaha; persyaratan investasi; ketenagakerjaan; kemudahan dan perlindungan UMKM; kemudahan berusaha, riset dan inovasi; administrasi pemerintahan; pengenaan sanksi (menghapus pidana); pengadaan lahan; serta kemudahan proyek pemerintah dan kawasan ekonomi.
Menurut Hilman, jika pemerintah ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dapat dilakukan tanpa membuat RUU Ciptaker. Sebab pada dasarnya, peningkatan sektor industri itu tidak selalu sebanding dengan penyerapan tenaga kerja.
"Buktinya, jika melihat tren data yang ditunjukkan BKPM, yang mana nilai investasi kita lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya, penyerapan tenaga kerja kita hanya 0,8 juta tenaga kerja saja. Padahal di tahun-tahun sebelumnya selalu mencapai angka satu juta," kata Hilman.
Selain itu, jika pemerintah ingin mengejar investasi, maka sesungguhnya pertumbuhan investasi di Indonesia sudah tinggi. Bahkan lebih tinggi dibandingkan Malaysia, Afrika Selatan, dan juga Brasil. Di Asia, Indonesia juga jadi negara yang paling diminati investor setelah China dan India.
"Yang harus diterapkan pemerintah sekarang bukan mengotak-atik aturan tenaga kerja, tapi membenahi regulasi dan melakukan pengelolaan keuangan negara dengan cara yang lebih ketat serta mencegah kebocoran anggaran dan penegakan hukum terhadap korupsi keuangan negara," tegasnya.
Sebagai bentuk penolakan, Hilman mengatakan, FBK akan melakukan aksi bersama dengan elemen lainnya. Pihaknya juga akan mensosialisasikan kepada masyarakat terkait terhadap dampak RUU Ciptaker yang merugikan, serta menuntut pemerintah dan DPR RI untuk tidak mengesahkan omnibus law RUU Cipta Kerja. (rm)