DEMOKRASI.CO.ID - Tokoh nasional yang juga ekonom senior Rizal Ramli (RR), mengingatkan Istana Presiden bahwa ekonomi gelembung neoliberalisme Menkeu Sri Mulyani era pemerintah Jokowi ini tidak didukung oleh fundamental yang kuat, tapi oleh pencitraan, utang, SUN, PR, doping dan goreng-gorengan. Ekonomi Gelembung (bubbles economy) akan meletus, sebagai bagian dari koreksi alamiah.
”Untuk meledak, tidak perlu linggis atau kampak, hanya butuh peniti-peniti kebenaran dan fakta riil. Pemerintah tengah memompa ban atau meniup balon,” kata Rizal Ramli.
Menko Ekuin era Presiden Gus Dur itu mengingatkan presiden bahwa mereka tengeh memompa ekonomi gelembung hingga saat ini. ” Dan, sesuai sunnatullah, balon yang terus ditiup atau ban yang terus-menerus dipompa, pada akhirnya bakal meledak,” imbuhnya.
Bahkan berbagai kalangan mengamini peringatan RR., seperti Edy Mulyadi, Direktur Center for Democracy and Economic Studies dan F. Reinhard MA, analis ekonomi-politik dari Indonesian Research Group.
”Ekonomi Gelembung (bubbles economy) Menkeu Sri Mulyani di era Jokowinomics bisa luruh dan rubuh lebih cepat , tinggal tunggu waktu untuk mbledos (meletus) dan kempis karena menghisap, memeras dan menindas ekonomi rakyat. Subsidi energi termasuk listrik dan BBM dibabat hingga ke titik nadir. Rakyat dan kalangan UMKM dihisap habis-habisan lewat pajak yang digenjot gila-gilaan," katanya.
Menurutnya, rezim Jokowi yang berkuasa terus-menerus membebani rakyat dengan aneka tarif dan harga yang mahal. Dimana tarif dasar listrik (TDL) akan naik awal tahun ini. Hal serupa juga terjadi pada tarif premi (pemerintah ngotot menyebutnya iuran) BPJS Kesehatan naik untuk semua kelas. Padahal, penguasa sudah sepakat dengan DPR bahwa yang naik hanya untuk premi kelas 1 dan 2.
"Oleh Menkeu terbalik Sri Mulyani, APBN menganggarkan pembayaran bunga utang 2020 mencapai Rp295 triliun. Jumlah itu ditambah dengan pembayaran pokok utang Rp351 trilliun. Dengan demikian, total alokasi anggaran pembayaran pokok dan bunga utang mencapai Rp646 triliun,’’ujar Edy.
Tingginya pembayaran cicilan pokok dan bunga utang ini katanya disebabkan syahwat Sri dalam menjaring utang yang terbilang ugal-ugalan. Utang Indonesia setiap tahun bertumbuh rata-rata 20%. Padahal pertumbuhan PDB rata-rata cuma 5%. "Ini artinya, utang kita naik 4 kali lebih cepat daripada pertumbuhan PDB.Kekuasaan dibangun dengan kebohongan dan kecurangan,’’ ungkapnya.
Pada saat yang sama, ungkap Edy dan Reinhard, pemerintah Jokowi makin telanjang mempraktikkan ketidakadilan yang luar biasa. Yang teranyar, misalnya, pemerintah memberikan tax holiday alias pembebasan pajak kepada pengusaha Prajogo Pangestu atas pabrik petrokimia yang bakal dia bangun. Tidak tanggung-tanggung, tax holiday_itu berlaku selama 20 tahun. Awal 2018 silam, pemerintah juga menggerojok lima perusahaan kelapa sawit besar senilai Rp7,5 triliiun.
"Kepada rakyat kecil dan UMKM pemerintah begitu bengis dalam memajak, sebaliknya bagi pengusaha besar penguasa cenderung memanjakan bahkan terkesan bertekuk-lutut," tandasnya.