DEMOKRASI.CO.ID - SUSAH tidur. Itulah yang kini dialami sebagian siswa yang selamat dari derasnya arus Sungai Sempor Jumat lalu. Mereka trauma. Tak mau lagi mengikuti kegiatan susur sungai. Di mana pun itu.
”Saya masih trauma melihat teman-teman meninggal. Saya merasakan langsung kejadian tersebut, banyak yang hanyut,” kenang Sely Novita, 14, siswi kelas VIII-A SMPN 1 Turi. Insiden tersebut benar-benar membekas di benaknya. Sely adalah salah seorang peserta susur sungai maut itu.
Kepada Jawa Pos Radar Jogja, Sely menceritakan kisah pilu tersebut. ”Sekitar pukul 14.00 sudah gerimis. Kami jalan bersama-sama menuju sungai,” ungkapnya kemarin (22/2).
Dia menyebutkan, susur sungai dilakukan melawan arus sungai. Sungai mengalir ke selatan, para siswa menuju utara. Sely berada di bagian barat sungai. Setelah menyusuri sungai sekitar 30 menit, dia melihat aliran air yang besar dari utara. Sely ketakutan. Dia berusaha lari, tetapi kalah cepat dengan air. Beberapa saat kemudian, tubuh Sely diterjang air. Arus yang kencang membuatnya terseret hingga sejauh sekitar 5 meter dari titik awal berdiri.
Melihat Sely hanyut, beberapa temannya berusaha menolong. Namun, mereka gagal meraih tangan Sely. Dia kembali hanyut. Namun, dia tak mau pasrah. Sely berusaha mencari pegangan. Tangannya berupaya menggapai-gapai sekenanya. Akhirnya, dia berhasil berpegangan pada batu besar, lalu menaikinya. ”Saya melihat teman-teman hanyut. Ada yang pingsan, banyak yang menangis berteriak minta tolong,” kenang Sely.
”Saya terus berdoa, berharap pertolongan segera datang,” kenang Sely.
Lain lagi cerita Saskia Widia Sari, 15. Saat susur sungai, dia melihat teman-temannya dari arah utara berteriak dan berlari putar balik untuk menghindari arus. Namun, sebagian temannya terjatuh dan terbawa arus. Peristiwa itu berlangsung sangat cepat. Para remaja tersebut berusaha menyelamatkan diri semampu mereka.
Saskia dan teman-temannya akhirnya berpegangan pada batu besar. Mereka juga saling bergandengan tangan. ”Saya dan teman-teman pada nangis. Kami takut, bingung harus bagaimana. Kami teriak-teriak minta tolong,” tutur anak kedua di antara tiga bersaudara tersebut.
Ibunda Saskia, Wartini, 42, mengaku syok mendengar kabar insiden itu. Dia bergegas ke sekolah. Namun, dia tidak menemukan Saskia. Wartini lantas menuju Sungai Sempor.
”Saya melihat Saskia basah kuyup, muka dia panik ketakutan. Dia hanya bilang ’mama’ sambil menangis,” katanya saat ditemui Jawa Pos Radar Jogja di rumahnya di wilayah Kembangarum, Donokerto, Turi.
Sementara itu, suasana pilu sangat terasa di kediaman Nur Azizah, korban susur sungai yang meninggal dunia. Subandiyah, 70, nenek korban, masih tidak percaya cucu semata wayangnya tersebut meninggal.
Kabar tragis itu dia terima Jumat, sekitar pukul 17.00. Subandiyah langsung berlari menuju rumah sakit SWA. Di RS itu ada tiga jenazah yang terbujur. Salah satunya Nur Azizah. Subandiyah terpukul.
Enruswati, ibunda Nur Azizah, juga tidak tahu bahwa anaknya meninggal. Sebab, saat itu dia sedang bekerja. Saat dia dijemput di tempat kerjanya, tidak ada yang berani memberi tahu bahwa anaknya meninggal. Sesampai di rumah, barulah tangisnya pecah. ”Saat sampai rumah, jenazah langsung dimandikan. Kemudian disalati dan dimakamkan malam itu juga,” tutur Subandiyah kemarin (22/2).
Subandiyah benar-benar tak menyangka cucunya bakal menjadi korban. Dia mengatakan, Nur berangkat ke sekolah seperti biasa. ”Dia cuma bilang habis sekolah nanti langsung ikut susur sungai,” katanya. Saat itu Subandiyah sebenarnya merasa khawatir. Sebab, mendung pekat terlihat menutupi langit. Namun, dia simpan saja perasaan waswas itu. ”Saya gak nyangka. Padahal, malamnya saya masih ngeloni dia saat tidur. Setiap malam pasti saya keloni,” tutur Subandiyah dengan terbata-bata. Bola matanya berkaca-kaca.[jpc]