logo
×

Kamis, 20 Februari 2020

26 Warga Adat Maluku Ditangkap Karena Protes Pembalakan Hutan

26 Warga Adat Maluku Ditangkap Karena Protes Pembalakan Hutan

DEMOKRASI.CO.ID - Kepolisian Sektor Polsek Werinama, Seram Timur menangkap 26 warga adat Sabuai, Pematang Siwalalat, Seram Timur, Maluku yang menggelar protes aktivitas pembalakan kayu liar oleh oleh sebuah perusahaan di hutan Gunung Ahwale.

Penangkapan terhadap 26 orang masyarakat adat tersebut terjadi pada Senin (17/2). Kepala Urusan Humas Polres Seram Bagian Timur, Brigadir Polisi Suwardi Sobo membenarkan penahanan tersebut.

"Iya benar ada 26 warga sudah kami amankan di Mapolsek Wirinama, mereka sedang menjalani pemeriksaan sebagai saksi dan belum ditetapkan sebagai tersangka," ujar Suwardi saat dikonfirmasi.

Dari 26 warga yang diperiksa, terdapat sekitar tiga orang di bawah umur. Mereka telah diizinkan pulang.

"Tiga anak-anak yang masih sekolah ini kami periksa lebih awal dan selanjutnya diizinkan untuk pulang," tambahnya.

Suwardi menambahkan pihaknya akan terus menyelidiki kasus warga yang memprotes aktivitas pembalakan kayu liar dengan merusak sejumlah peralatan perusahaan kayu.

"Jika terbukti bersalah, mereka kami ditetapkan sebagai tersangka,"ungkapnya.

Ketua Saniri, Sabuai Nico Ahwalam mengatakan aksi yang dilakukan oleh masyarakat adat Sabuai merupakan akumulasi kekecewaan terhadap perusahaan. Protes yang dilayangkan semata-mata untuk membela hak-hak adat masyarakat di Seram Timur.

"Melihat 5 orang pembawa alat berat sedang melakukan aktivitas penebangan kayu dicegat. Adu mulut sempat memanas, terpaksa kaca mobil dipecah dan menyita kunci alat berat," ujarnya.

Ia mengatakan masyarakat adat Sabuai menilai perusahaan kayu tersebut telah melakukan eksploitasi dengan cara menyerobot hutan adat dan mengambil kayu secara ilegal.

Warga setempat, kata Nico, sudah berulang kali melakukan pencegahan agar perusahaan tersebut tidak beraktivitas menebang kayu namun peringatan tersebut tak dihiraukan.

"Berulangkali kita lakukan pencegahan, namun perusahaan SBM terus merampas ulayat kami," katanya.

Di Gunung Ahwale, katanya, kampung pertama penduduk Negeri Lama yang saat ini dikenal Desa Sabuai, memiliki jenis kayu melimpah. Hutan gunung juga menyimpan peninggalan sejarah nenek moyang.

"Hutan ini, kampung kami, mana mungkin kami berikan untuk diekploitasi, ada kuburan para leluhur kami di sini," ungkapnya.

Ia menambahkan, tak hanya melakukan menyerobot lahan dan hutan milik warga, aktivitas pembalakan kayu juga berdampak terhadap kerusakan lingkungan seperti banjir, longsor akibat hutan ini di babat habis.

"Setiap musim hujan, tetap saja banjir dan longsor selalu menerjang pemukiman warga yang berada di bawah gunung ini,"kata dia.

Nico menyebut penangkapan warga adat Sabuai sebagai kriminalisasi. Saat ini, kata dia, kondisi warga adat di Rumah Tahanan (Rutan) Mapolsek Wirinama, kian memprihatinkan lantaran tidak diperlakukan selayaknya saksi.

"Sampai kapan kami dikriminalisasi seperti ini. Kondisi kami terpuruk, kami mohon bantuan pemerintah maupun Komnas HAM melihat kondisi kami," tuturnya. (sai/wis)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: